Soal Oknum Dokter PPDS, Menteri PPPA Tegaskan Proses Hukum harus Berpihak pada Korban

0

RISALAH NU-ONLINE, JAKARTA – Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA) Arifatul Choiri Fauzi menegaskan aparat penegak hukum perlu menindak tegas pelaku kekerasan seksual dengan prosedur hukum yang benar-benar berpihak pada korban.

“Kami meminta aparat penegak hukum untuk menindak tegas pelaku kekerasan seksual sesuai undang-undang TPKS serta memastikan proses hukum berpihak pada korban,” ujar Arifah dalam laman instagram pribadinya @arifah.fauzi pada Jumat (11/4/2025).

Imbauan tegas ini dilatarbelakangi oleh kasus kekerasan seksual yang kian merebak, salah satu yang sedang ramai dibicarakan adalah kasus kekerasan seksual yang terjadi pada keluarga pasien di RS Hasan Sadikin, Bandung oleh seorang oknum dokter PPDS.

Arifah menyebut Undang-Undang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (TPKS) mengatur bahwa pelaporan bisa dilakukan oleh korban maupun siapa pun yang menyaksikan peristiwa tersebut, termasuk tenaga medis. Ia menjelaskan bahwa dalam waktu 1×24 jam setelah pelaporan, kepolisian wajib memberikan perlindungan sementara dan mengajukan permintaan ke LPSK serta mengajukan kerja sama dengan UPTD PPA untuk menjamin keamanan korban.

Menurut sosok yang juga Ketua Umum PP Muslimat NU ini, tindakan kekerasan seksual dalam bentuk apa pun tidak dapat ditoleransi.

“Ini merupakan pelanggaran serius terhadap hak asasi manusia, merusak rasa aman masyarakat, dan mencederai kepercayaan publik terhadap lembaga dan ruang yang seharusnya melindungi,” tegasnya.

Selain itu, korban dan saksi dalam kasus kekerasan seksual berhak mendapat pemulihan baik dari segi kesehatan dan psikologis atas tragedi yang menimpanya.

Pada 7 Maret 2025 lalu, Komnas Perempuan merilis data Catatan Tahunan (CATAHU) Kekerasan Berbasis Gender terhadap Perempuan (KBGtP) yang terjadi pada tahun 2024.

Data KBGtP dalam CATAHU 2024 sebanyak 330.097 kasus, meningkat sejumlah 14,17% dibandingkan tahun 2023. Jenis kekerasan yang paling banyak dilaporkan adalah kekerasan seksual (26,94%), kekerasan psikis (26,94%), kekerasan fisik (26,78%) dan kekerasan ekonomi (9,84%). Hal ini menunjukkan adanya pergeseran dari CATAHU 2023 yang sebelumnya mencatat kekerasan psikis menjadi yang paling banyak dilaporkan.

Baca Juga :  Menajamkan Nurani Membela yang Lemah Jadi Tema Haul ke-15 Gus Dur

Sementara untuk wilayah kasus terbanyak dicatatkan berada di Pulau Jawa. Provinsi Sumatera Utara, Lampung dan Sulawesi Selatan menjadi provinsi di luar Jawa yang tercatat memiliki banyak kasus. Sebaliknya Provinsi Papua menjadi wilayah paling sedikit dengan kasus yang dilaporkan (9 kasus). (Ekalavya).

Leave A Reply

Your email address will not be published.