Pasca serangan Hamas pada tanggal 7 Oktober 2023 lalu, gempuran tanpa henti Tentara Israel terus meluluhlantahkan Gaza dan hal ini dipastikan belum berakhir. Situasi semakin memburuk dengan tidak adanya air, listrik dan bensin di kota tersebut.
Tensi tinggi antara militer Israel dan Hamas semakin meningkat pasca serangan Hamas ke wilayah Selatan Israel pada 7 Oktober 2023 lalu, yang dianggap sebagai serangan paling mematikan terhadap Israel sepanjang sejarah negara tersebut berdiri. Menurut data Kementerian Kesehatan Palestina, saat ini, sudah ada 7300 warga Palestina yang tewas akibat konflik antara Israel dengan kelompok militan Hamas. Adapun dari pihak Israel, menurut laporan Jerrusalem Post, terdapat 1400 warga Israel yang tewas menjadi korban sejak serangan Hamas dimulai. Jumlah ini menjadi yang terbesar sejak konflik Israel dan Hamas dimulai, pada tahun 2006, atau setelah Hamas resmi memenangkan pemilu di Palestina. Jumlah ini sendiri kemungkinan akan bertambah mengingat hingga tulisan ini dibuat, pemerintah Israel sama sekali tidak berniat mengendurkan serangan dan mereka juga tengah memulai invasi melalui jalur darat.
Para pemimpin dunia terpecah belah menyikapi situasi ini. Presiden AS, Joe Biden, sejak awal sudah menyatakan dukungan penuh atas hak Israel mempertahankan dirinya dari serangan Hamas. Hal yang sama juga diakukan pemimpin negara-negara Uni Eropa. Adapun negara-negara seperti Tiongkok dan Rusia, lebih meminta kedua belah pihak yang berkonflik untuk menahan diri dan tetap mendukung solusi dua negara. Sementara itu, Pemerintah Indonesia, sebagai negara dengan jumlah populasi Muslim terbesar di dunia dan satu dari negara yang mengakui kemerdekaan Palestina, melalui Kementerian Luar Negeri, seperti yang dikutip dari laman resmi web Kemlu, meminta Dewan Keamanan Persatuan Bangsa-Bangsa (DK PBB) untuk segera bertindak menghentikan eskalasi konflik Israel -Palestina di Jalur Gaza. Menlu juga meminta DK PBB untuk tidak tinggal diam menyaksikan bencana dan kejahatan manusia yang sedang terjadi di Palestina. Serangan terhadap rumah sakit, tempat ibadah, blokade listrik, air, bahan bakar dan pengusiran warga Gaza dilakukan atas dasar hukuman kolektif. Di saat yang sama, warga sipil disandera dan nyawanya terancam.
Seruan gencatan senjata sendiri terus menerus disuarakan oleh berbagai elemen masyarakat, termasuk sekjen PBB, Antonio Guterres. Namun, permintaan gencatan senjata tersebut diabaikan, bahkan jika hal itu lakukan maka, itu akan dianggap menguntungkan Hamas. Biden bahkan terus menerus menyatakan dukungan tanpa batasnya kepada Israel. Bahkan menurut laporan beberapa media, Pentagon sudah mengirimkan beberapa penasihatnya ke Israel terkait strategi serangan darat ke Gaza.
Di berbagai jalanan kota-kota dunia sendiri, termasuk di Amerika Serikat, berbagai aksi protes dan dukungan terhadap Palestina mengalir begitu deras. Di Washington DC misalnya, sebanyak 1000 orang yahudi berkumpul dan mengepung Gedung congress, di luar ruangan senator Chuck Schurmer untuk memprotes serangan Israel ke Gaza dan menuntut adanya gencatan senjata. Di Jerman dan Perancis, warga tetap berkumpul dan menyatakan dukungannya untuk Palestina, kendati aksi pro-Palestina dinyatakan dilarang di negara tersebut. Adapun di kota London, Inggris, sebanyak 100.000 orang berkumpul dan membentuk lautan manusia di kota terbesar di Inggris tersebut, untuk menuntut gencatan senjata dan menunjukkan solidaritas mereka kepada Palestina. Dukungan untuk Palestina juga terlihat dalam pertandingan sepakbola liga Champions antara Glasgow Celtic dan Atletico de Madrid. Ribuan pendukung Celtic memenuhi stadion dengan mengibarkan atribut Palestina. Kendati aksi mereka ini terancam hukuman FIFA. Namun Langkah ini tidak menyurutkan aksi dukungan terhadap Palestina.
Adapun PBNU, melalui Ketua Umum-nya, K.H. Yahya Cholil Staquf, menyatakan keprihatinan atas konflik Israel – Palestina dan menyerukan dihentikannya kekerasan di dua wilayah tersebut.
Saya menyampaikan penyesalan dan keprihatinan yang mendalam atas terjadinya eskalasi konflik di Jalur Gaza dan menyerukan agar konflik dan kekerasan segera dihentikan dengan segala daya upaya,” ucap ketum PBNU, yang akrab disapa gus Yahya ini pada tanggal 9 Oktober 2023.
Ia juga mendorong Masyarakat Internasional harus bertindak sesuai hukum dan kesepakatan internasional yang ada, untuk menuju penyelesaian yang adil atas masalah israel dan Palestina. Ia juga meneyrukan agar anggota DK PBB tidak menggunakan hak vetonya untuk kepentingan satu pihak dan meminta agar identitas dan seruan-seruan agama tidak digunakan untuk memupuk kebencian dan menegmbangkan permusuhan.
KONDISI TERKINI DI GAZA
Kondisi di Gaza sendiri saat ini sangatlah menyedihkan. Serangan tanpa henti Israel yang tanpa pandang bulu menghantam seluruh bangunan di Gaza dan menyebabkan 7000 warga Gaza tewas sejak aksi balas dendam Israel atas serangan 7 Oktober. Meluasnya skala serangan israel dengan serangan darat, diyakini akna membuat jumlah korban akan menjadi lebih banyak dari saat ini. Blokade air, listrik dan bensin juga membuat Warga Gaza yang selamat terancam meninggal dalam kondisi kelaparan dan malnutrisi. Akses kesehatan yang juga hancur, karena Tentara Israel juga melakukan pengeboman ke rumah sakit dan banyak tenaga medis terbunuh, membuat banyak pasien yang tidak terawat. Menurut Ashraf Al-Qedra, Jubir Kemenkes Palestina di Gaza, tentara Israel sudah menghancurkan 57 fasilitas medis, yang menakup 12 rumah sakit dan 45 klinik, dimana 110 tenaga medis terbunuh dalam serangan tersebut. Diblokadenya bensin dan berbagai fasilitas medis juga membunuh fasilitas kesehatan di Gaza lumpuh.
Situasi kemudian diperparah dengan hilangnya akses komunikasi dan internet sebagai dampak invasi tanpa henti Israel ke Gaza. Provider telekomunikasi Palestina, Paltel, misalnya mengatakan bombardir Israel mengikbatkan terputusnya jaringan komunikasi dan internet mereka. Hal ini kemudian mengakibatkan 2,3 juta warga Gaza yang terjebak terputus dengan akses terhadap dunia luar. Tidak adanya akses komunikasi, internet, bensin dan air membuat kota tersebut diselimuti kegelapan total. Sejumlah warga, jurnalis dan kelompok sipil lainnya harus kehilangan kontak atas Nasib keluarga mereka pasca terputusnya aliran komunikasi dan internet.
Pemerintah Israel sendiri memang memiliki reputasi kejam dalam menghabisi warga Gaza. Mereka tidak pernah ragu untuk menghancurkan seluruh fasilitas sipil, termasuk sekolah, rumah sakit, tempat ibadah dan media, yang seharusnya tidak boleh dihancurkan. Namun, sikap diatas angin pemerintah Israel yang seakan tidak tersentuh membuat mereka merasa bebas menghancurkan apapun di Gaza dengan justifikasi bahwa Hamas berada di dalam target sasaran yang dihancurkan. Pemerintah Israel berargumen bahwa mereka sudah memperingatkan warga Gaza untuk mengungsi dari wilayah Utara ke Selatan, namun mereka tetap membombardir wilayah Selatan juga.
“Kami melarikan diri dari wilayah yang menjadi target dan mendatangi wilayah lain yang juga ditargetkan. Kami terkejut atas segalanya, sebagaimana kobaran api diarahkan kepada kami. Tidak ada tempat yang aman di Gaza.” Ujar Shadi Al-Ghazi, warga Gaza, seperti dikutip Aljazeera.
Kendati bantuan kemanusiaan sudah mulai masuk melalui perbatasan Rafah, Mesir, namun masuknya bantuan tidak sebanding dengan kebutuhan warga. Pemerintah Israel membatasi hanya 20 truk yang bisa masuk gaza setiap harinya, sementara ratusan Truk mengantri sejak lama di perbatasan Rafah. Hal ini kemudian menimbulkan kekhawatiran bahwa Israel sedang melancarkan Genosida atau pemusnahan etnis di Gaza.
PENUTUP
Apa yang terjadi di Gaza sekali lagi menggambarkan bagaimana arogansi Israel yang tidak bisa tersentuh hukum dan dengan derasnya dukungan negara-negara Barat dan sekutunya, mereka semakin merasa diatas angin untuk melakukan pembantaian dan penghancuran total atas Gaza. Konflik antara Israel dan Palestina bukanlah sesuatu yang baru. Hal ini sudah berlangsung selama 75 tahun lamanya sejak negara Yahudi tersebut terbentuk pada tahun 1948 dengan mengorbankan banyak warga Palestina.
Apa yang dilakukan Hamas terhadap warga sipil pada tanggal 7 oktober lalu memang tidak bisa dibenarkan dan harus dikecam, namun pembalasan brutal Israel dengan melakukan hukuman kolektif terhadap warga Gaza hanya akan mengakibatkan warga Gaza semakin menderita. Hukuman kolektif juga adalah sesuatu yang dilarang dan tidak dibenarkan.
Mengutip ucapan sekjen PBB, bahwa serangan Hamas itu sendiri bukanlah sesuatu yang dimulai dari nol, namun itu adalah produk dari ketidakadilan dan penindasan selama puluhan tahun dari Israel terhadap warga Palestina, baik di tepi Barat, Gaza maupun jerrusalem Timur. Seperti yang kita ketahui, sebelum adanya serangan 7 Oktober, pemerintah Israel yang dipimpin Benjamin Netanyahu, seorang ekstremis sayap kanan Yahudi, sudah berulang kali membangun pemukiman Yahudi, yang secara hukum internasional, dinyatakan ilegal dan membunuh warga sipil di tepi Barat. Mereka juga berulang kali melakukan aksi provokasi dengan menyerbu masjid Al-Aqsa. Bahkan sudah ada ratusan warga Tepi Barat yang terbunuh dan tergusur dari rumahnya sepanjang tahun 2023 ini.
Oleh karena itu, dunia internasional harus terus bersatu untuk menekan pemerintah Amerika Serikat dan Negara-negara Uni Eropa agar menghentikan segala dukungan tanpa syarat mereka ke Israel. Langkah pemerintah Libya yang menghentikan ekspor minyak ke negara-negara pendukung Israel patut diapresiasi, mengingat ini adalah cara terakhir yang bisa dilakukan, karena mengkritik pemerintah Israel dalam kondisi saat ini, ibarat berbicara dengan batu, dan mereka selalu merasa benar, walau sebenarnya mereka berada di jalan yang salah. (Kharizma)