Bisnis adalah Ibadah

0
  1. Al-Baqarah/2: 198

لَيْسَ عَلَيْكُمْ جُنَاحٌ أَن تَبْتَغُوا۟ فَضْلًا مِّن رَّبِّكُمْ ۚ فَإِذَآ أَفَضْتُم مِّنْ عَرَفَٰتٍ فَٱذْكُرُوا۟ ٱللَّهَ عِندَ ٱلْمَشْعَرِ ٱلْحَرَامِ ۖ وَٱذْكُرُوهُ كَمَا هَدَىٰكُمْ وَإِن كُنتُم مِّن قَبْلِهِۦ لَمِنَ ٱلضَّآلِّينَ

Tidak ada dosa bagimu untuk mencari karunia (rezki hasil perniagaan) dari Tuhanmu. Maka apabila kamu telah bertolak dari ‘Arafat, berdzikirlah kepada Allah di Masy’aril haram, dan berdzikirlah (dengan menyebut) Allah sebagaimana yang ditunjukkan-Nya kepadamu; dan Sesungguhnya kamu sebelum itu benar-benar termasuk orang-orang yang sesat. (QS. Al-Baqarah/2:198)

Terdapat sebuah riwayat yang memiliki keterkaitan dengan turunnya ayat di atas. Disebutkan bahwa pada zaman jahiliyah ada tiga pasar besar yang menjadi sentral perdagangan, yakni pasar Ukaz, Majannah, dan Zulmajah. Pada musim haji tiba, kaum muslimin merasa berdosa berdagang, sementara waktu itu umat muslim sibuk melakukan ibadah. Mereka datang kepada Rasulullah untuk mengadukan kegelisahannya, kemudian turunlah ayat tersebut. Ayat ini memberi petunjuk kaum muslimin boleh menjalankan usahanya disela-sela mereka menjalankan ibadah haji. Usaha diposisikan sebagai sampingan, adapun tujuan utamanya adalah mengerjakan ibadah haji. Demikian sebagaimana diriwayatkan oleh Bukhari dan Ibnu Abbas.

Pandangan yang bijak dari ajaran Islam, pada ayat tersebut menunjukkan bahwa Islam bukanlah agama candu yang menjadikan orang menjauhi dunia. Ibadah haji adalah ibadah yang panjang, menghabiskan banyak waktu dan biaya, sementara disamping itu setiap orang memiliki tanggungjawab lain yang menjadi kewajiban juga yakni mencari nafkah untuk memenuhi kebutuhan keluarga. Islam menginginkan umatnya menjalankan kewajiban, namum tidak mengorbankan kewajiban yang lain. Allah memberikan kemudahan kepada kaum muslimin dalam menjalankan kewajiban, baik yang berhubungan dengan kepentingan dunia terlebih kewajiban beribadah kepada-Nya.

Aktifitas usaha tercermin dalam ayat di atas. Tiga pasar besar menjadi pusat sirkulasi barang produksi dari berbagai daerah, menggambarkan kemajuan dibidang usaha saat itu. Datangnya para pedagang muslim mengadukan kegelisahannya kepada Nabi, terkait pelaksanaan ibadah haji dan menjalankan usaha pada satu waktu, menunjukkan peranan kaum muslimin dalam bidak wirausaha telah mengakar sejak dahulu. Dengan melihat pesan-pesan ayat diatas, peranan agama justru menjadikan kaum muslimin mengembangkan usahan, bukan sebaliknya. Kearifan ajaran Islam dalam membangun ekonomi umat telah terpupuk subur dan menjadi pendobrak semangat kaum muslimin untuk menjadi pebisnis.

Baca Juga :  Meneladani Kisah Umat Terdahulu

Usaha perdagangan (tijārah) seperti diatas, jauh sebelumnya telah menjadi usaha penduduk Mekah pra- Islam. Masyarakat Mekah lihai dalam bidang usaha, sebagaimana diketahui Mekah merupakan tempat bertemu para pedagang dari berbagai negara. Pasar-pasar besar pada masa itu telah ada sebagai pusat jual beli masyarakat Mekah dan sekitarnya, seperti pasar Ukaz. Dalam bidang bisnis ini terwujudlah suatu muamalah dimana kerjasama satu pihak dengan yang lainnya. Keuntungan menjadi objek yang diburu dari semua pihak yang berperan.

Begitu melekatnya perdagangan menjadi komoditas ekonomi masyarakat Mekah saat itu, sehingga mereka lalai dengan posisi mereka yang seharusnya kosentrasi beribadah. Sikap mereka yang cenderung terbuai oleh perniagaan ini ditegur oleh Allah. Karena keberhasilan hidup, semata tidak hanya keberhasilan bisnis, lebih dari itu ketaatan seorang hamba untuk tunduk pada tuhannya dalam ibadah lebih esensial. Bisnis adalah usaha yang baik selama tidak menghambat ketaatan seorang hamba pada tuhannya. Karenanya dalam QS. Al-Jum’ah ayat 10 Allah memerintahkan orang-orang untuk kembali berniaga setelah mereka selesai melakukan ibadah dengan bertebaran mencari rizki dimuka bumi.

Bisnis pada umumnya merupakan hubungan usaha yang melibatkan semua kalangan. Dalam dunia bisnis semua orang dari berbagai agama, suku, bangsa semua menjalin hubungan ekonomi, sehingga dalam dunia bisnis cenderung mengglobal dan universal. Islam tidak membedakan hubungan bisnis (muamalah) antara muslim dan non muslim, sebagaimana Firman Allah:

Allah tidak melarang kamu untuk berbuat baik dan berlaku adil terhadap orang-orang yang tiada memerangimu karena agama, dan tidak (pula) mengusir kamu dari negerimu. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang berlaku adil. Sesungguhnya Allah hanya melarang kamu menjadikan sebagai kawanmu orang-orang yang memerangimu karena agama dan mengusir kamu dari negerimu, dan membantu (orang lain) untuk mengusirmu. dan barang siapa menjadikan mereka sebagai kawan, maka mereka itulah orang-orang yang zalim. (QS. Al Mumtahanah/60:8-9)

Baca Juga :  Membaca Dinamika Israel – Palestina

Bisnis memberikan kontribusi besar dalam rangkaian alur perekonomian. Kemajuan bangsa Arab disaat bangsa-bangsa lain masih dalam keterpurukan ekonomi membuktikan bisnis yang dilakukan bangsa Arab sangat berpengaruh terhadap kesejahteraan masyarakat. Dalam era modern, dunia bisnis telah berkembang. Aktifitas bisnis bukan hanya dalam pasar-pasar tradisional, tetapi juga pada jaringan pasar sosial yang universal. Kompleksnya jaringan bisnis mengharuskan umat muslim bersikap selektif dan hati-hati. Dimana bisnis dalam dunia global kadang tak mempertimbangkan antara yang hak dan yang batil. Semua dilakukan asal dapat menghasilkan uang. Sebagai orang beriman, tentunya menjalankan bisnis dengan semangat tinggi dan dilandasi nilai-nilai syari’at. Kesadaran orang beriman adalah hidup bukan berhenti sampai pada kekayaan materi semata, tetapi keselamatan dunia dan ahirat lebih diutamakan.

Aktifitas bisnis telah berjalan sejak berabad silam. Kegiatan ini telah dilakukan oleh para nabi- nabi terdahulu. Diungkapkan dalam hadits riwayat Al-Hakim bahwasanya Nabi Dawud adalah ahli pertenunan, Nabi Adam seorang petani, Nabi Nuh seorang tukang kayu, Nabi Idris seorang tukang jahit, sedangkan Nabi Musa adalah seorang penggembala. Demikian juga bisnis dilakukan oleh Nabi Ibrahim dengan mengadakan kerjasama dengan Nabi Luth dan saudara Nabi Ibrahim sendiri yakni Hasan Bin Tareh.

Sejarah Islam telah membuktikan bahwa perilaku bisnis menjadi penopang kehidupan umat dari zaman dahulu. Degan demikian merajut jaringan bisnis yang luas adalah dianjurkan dalam mengupayakan tercapainya kesejahteraan hidup.

Berperan aktif dalam dunia bisnis juga digeluti oleh Rasulullah Muhammad Saw. Sebelum diangkat menjadi rasul, beliau telah menjalankan bisnis. Figur utama pembawa risalah umat manusia tersebut telah memberikan bimbingan kepada kaum muslimin agar andil dalam dunia bisnis, karena disana ada penghidupan yang menjanjikan untuk terpenuhinya kebutuhan hidup. Mari ambil peluang, sembari berniat bahwa semua aktifitas kita adalah semata untuk beribadah!. Wallahu a’lam.

Leave A Reply

Your email address will not be published.