Oleh: Zahid Lukman
Pengurus Pimpinan Pusat Jam’iyyatul Qurra` Wal Huffazh Nahdlatul Ulama
QS. Ali Imran [3]: 105
وَلا تَكُونُوا كَالَّذِينَ تَفَرَّقُوا وَاخْتَلَفُوا مِنْ بَعْدِ مَا جَاءَهُمُ الْبَيِّنَاتُ وَأُولَئِكَ لَهُمْ عَذَابٌ عَظِيمٌ
Dan janganlah kamu menyerupai orang-orang yang bercerai-berai dan berselisih sesudah datang keterangan yang jelas kepada mereka. Mereka itulah orang-orang yang mendapat siksa yang berat.
Islam mengajarkan pentingnya kesatuan dan keharmonisan di antara sesama warga bangsa dan umat manusia. Diantara ayat al-Quran yang mengajarkan persatuan ialah surat Ali Imran ayat 105, sebagaimana tersebut di atas, yang menyerukan untuk menghindari perpecahan dan perselisihan yang dapat mengakibatkan kehancuran serta azab yang berat.
Pesan yang terkandung dalam ayat tersebut sangatlah relevan dalam konteks kehidupan manusia, terutama dalam hubungan antar individu, antar komunitas, dan antar negara. Allah dengan tegas melarang umat manusia untuk terlibat dalam perpecahan dan perselisihan yang tidak produktif setelah menerima bukti atau petunjuk yang jelas.
Kehancuran tatanan sosial umat manusia pada masa lalu, demikian juga masa depan disebabkan oleh karena mereka senang bermusuhan, baik antar anggota dalam masyarakat atau permusuhan antar umat. Apabila kebencian dan permusuhan sudah memuncak, maka kehancuran tidak dapat dihindari lagi. Sebelum suatu umat jatuh pada kehancurannya, maka hendaklah ia menghindari faktor-faktor yang menyebabkan kehancuran itu. Faktor yang paling dominan yang menyebabkan kehancuran adalah perselisihan dan permusuhan.
Hal ini menegaskan bahwa perpecahan dan pertikaian tidak hanya merugikan dalam hal-hal dunia, tetapi juga membawa konsekuensi yang serius di akhirat.
Melalui perintah ini, Allah menekankan pentingnya menjaga persatuan, kerukunan, dan kedamaian dalam masyarakat. Ketika individu atau kelompok memutuskan untuk bercerai-berai dan berselisih, hal itu mengganggu keseimbangan dan kedamaian yang dianugerahkan Allah dalam masyarakat. Perselisihan dapat mengakibatkan hilangnya rasa solidaritas, kepercayaan, dan kerjasama di antara sesama manusia, yang pada akhirnya dapat berujung pada konflik dan kekacauan.
Qurasish Shihab dalam Tafsir Al-Misbah menerangkan, bahwa ayat ini mengkritik mereka yang terbagi-bagi dan berselisih, seperti komunitas Yahudi dan Nasrani. Allah mengingatkan orang-orang beriman agar tidak menyerupai mereka dalam masalah prinsip-prinsip agama dan kemaslahatan umat, serta berselisih dalam tujuan karena terlalu memperhatikan kepentingan kelompok masing-masing dan terbawa oleh hawa nafsu atau kedengkian di antara mereka. (Qurasish Shihab, Tafsir Al-Misbah, jilid II, halaman 177).
Sementara Buya Hamka dalam Tafsir Al-Azhar menyatakan bahwa ayat ini merupakan kelanjutan dari ayat-ayat sebelumnya yang mengingatkan tentang pentingnya persatuan dalam ikatan yang kuat dengan Allah. Persatuan di dalam ikatan Allah yang satu adalah kunci utama menuju berkah. Kekuatan yang timbul dari persatuan adalah nikmat yang terbesar. Karena itu, setelah terbentuk persatuan dan kekuatan, ada tanggung jawab bagi sekelompok untuk memelihara persatuan tersebut melalui dakwah, mengajak kepada kebaikan, dan menghalangi kemungkaran.
Peringatan diberikan bahwa perpecahan adalah ancaman serius. Jika pada masa Jahiliyah, perpecahan antar suku dan klan membuat mereka lemah, maka setelah petunjuk Allah dan ajaran Rasul, perpecahan akan lebih berbahaya. Ayat ini menegaskan agar umat Muhammad tidak mengulangi kesalahan masa lalu dengan terpecah belah dan berselisih setelah menerima petunjuk, yang seolah-olah kembali membuat mereka terperosok ke dalam kegelapan setelah sebelumnya mendapat cahaya. (Buya Hamka, Tafsir Al-Azhar, jilid II, halaman 878).
Pada sisi lain, Syekh Nawawi Al-Bantani menyatakan bahwa ayat ini mengingatkan kita untuk tidak menjadi seperti orang-orang yang berpecah belah dan berselisih. Perpecahan dan perselisihan dapat terjadi karena permusuhan, perbedaan pendapat dalam agama, atau bahkan karena kesombongan dan egoisme. Oleh karena itu, ayat ini mengajak kita untuk selalu menjaga persatuan dan kesatuan, baik dalam hal agama maupun dalam hal lainnya. Kita harus saling menghormati perbedaan pendapat dan tidak boleh saling mencela.
Lebih lanjut, ayat ini menerangkan bahwa perpecahan dan perselisihan akan membawa mereka pada siksaan yang berat di hari kiamat. Pasalnya, pada hari kiamat, wajah orang-orang mukmin akan bersinar dengan kebahagiaan dan lembaran amalnya akan putih bersih. Sedangkan wajah orang-orang yang suka perpecahan akan menjadi hitam legam dan lembaran amalnya akan penuh dosa.
وَلا تَكُونُوا كَالَّذِينَ تَفَرَّقُوا وَاخْتَلَفُوا أي تفرقوا بالعداوة واختلفوا في الدين، أو تفرقوا بأبدانهم بأن صار كل واحد من أولئك الأحبار رئيسا في بلد، ثم اختلفوا بأن صار كل واحد منهم يدعي أنه على الحق، وأن صاحبه على الباطل
“Dan janganlah kamu seperti orang-orang yang berpecah belah dan berselisih”. Maksudnya, mereka berpecah belah karena permusuhan dan berbeda pendapat dalam agama. Atau mereka berpisah secara fisik, di mana setiap ahli agama menjadi pemimpin di suatu daerah, kemudian mereka berbeda pendapat, di mana setiap orang dari mereka mengklaim bahwa dirinya berada di pihak yang benar, dan orang lain berada di pihak yang salah. (Nawawi Al-Bantani, Marah Labid, Jilid I, halaman 144).
Dalam konteks kontemporer, pesan ayat ini relevan dalam upaya mempromosikan perdamaian dan harmoni di tengah-tengah perbedaan yang ada dalam masyarakat multikultural. Masyarakat yang mampu menangani perbedaan dengan bijaksana, menghargai keragaman, dan memelihara hubungan yang saling menguntungkan, akan mampu menciptakan lingkungan yang sejahtera dan damai bagi semua individu.
Begitu pula suasana bangsa kita saat ini, hiruk pikuk pesta demokrasi telah berakhir. 14 Februari 2024 menjadi penanda akan adanya wakil rakyat dan pemimpin baru bagi bangsa Indonesia. Mereka yang terpilih, kelak akan bertugas di parlemen kota/kab, propinsi, dan pusat sebagai anggota dewan. Juga akan mewakili masing-masing propinsi sebagai anggota Dewan Perwakilan Daerah. Demikian halnya, tampuk kepemimpinan nasional akan digantikan oleh mereka yang mendapatkan mandat rakyat.
Residu dari agenda reguler lima tahunan ini masih terasa hingga kini. Sebagian pihak ada yang bersuara sumbang, menyoal pelanggaran etika hingga praktik kecurangan dalam ragam bentuk. Kita berharap, semoga apa yang diperdebatkan tersebut masih sebatas dinamika demokrasi dan segera teratasi. Ingat, ada hal yang lebih penting untuk menggapai kejayaan, ialah persatuan.
Semoga pelaksanaan pemilu menjadi salah satu sarana proses menuju kebaikan bernegara. Ragam pendapat dalam menyikapi hasil pemilu merupakan percikan ungkapan kecintaan terhadap negeri, wujud saling kontrol terhadap praktik kebatilan.
Akhirnya, sebagai umat muslim, penting bagi kita untuk merenungkan pesan yang terkandung dalam QS. Ali Imran ayat 105 dan mengimplementasikannya dalam kehidupan sehari-hari. Kita harus menjauhi sikap egois, meninggalkan perpecahan dan perselisihan, serta berupaya membangun hubungan yang harmonis dan saling menguntungkan dengan sesama manusia. Hanya dengan demikian, kita dapat mencapai kedamaian, kebahagiaan, dan keberkahan dalam kehidupan ini, serta memperoleh kebahagiaan
abadi di akhirat. Wallahu a’lam.