Kongres VI JQH NU Dorong Sertifikasi Para Tenaga Pendidik Al-Qur’an 

0

RISALAH NU ONLINE, JAKARTA – Pimpinan Pusat Jam’iyatul Qurra’ wal Huffazh (JQH), badan otonom di bawah Nahdlatul Ulama, akan menyelenggarakan Kongres VI tahun 2024 pada tanggal 26-28 Juni 2024, bertempat di Pesantren Sains Tebuireng, di Desa Jombok, Jombang, Jawa Timur. 

Sebagai forum permusyawaratan tertinggi, Kongres memiliki wewenang untuk memberikan sikap resmi organisasi menyangkut persoalan internal maupun eksternal organisasi, serta turut memberikan rekomendasi dan tausyiah dalam kehidupan keagamaan, berbangsa dan bernegara termasuk di tataran global.

“Kita gak boleh diam karena insan Al-Qur’an saya kira sehari-hari melantunkan Al-Qur’an harus ikut merespon berbagai macam perkembangan global yang berimplikasi kepada nasib dan perkembangan pendidikan dan dakwah Al-Qur’an di tanah air dan global,” tegas Ketua Umum JQH NU Saifullah Ma’sum saat Konferensi Pers di Sekretariat JQH NU, Cirendeu, Tangerang Selatan, Selasa, (11/6/2024).

Selain memilih Rais Majelis Ilmi dan Ketua Umum JQH NU masa khidmat 2024-2029, Kongres ini utamanya juga bertujuan menguatkan kapasitas kelembagaan untuk meningkatkan perkhidmatan JQH NU pada masyarakat, meningkatkan partisipasi JQH NU dalam upaya transformasi pendidikan dan pengelolaan lembaga pendidikan Al-Qur’an di Tanah Air, merumuskan strategi dan program umum JQH NU periode 2024-2029, merumuskan rekomendasi JQH NU terhadap berbagai persoalan aktual yang dihadapi bangsa dan masyarakat Indonesia serta persoalan global.

Isu-isu sentral yang diangkat dan ingin dikembangkan pada gelaran kongres kali ini berkaitan dengan potensi ancaman dan tantangan yang menyelimuti insan, kelembagaan serta aktivitas yang berkenaan dengan bidang ke-Al-Qur’anan. Isu-isu tersebut diantaranya;

Pertama, massifnya model dan platform pendidikan dan dakwah Al-Qur’an yang tidak sejalan, bahkan kontra, dengan sistem kebangsaan dan kultur sosial yang telah lama diakrabi oleh masyarakat Islam, utamanya warga Nahdliyin.

Baca Juga :  Bersama Persatuan Istri Amil, BAZNAS RI Gelar Mujahadah Maulid Nabi 1446 H

Kedua, pendidikan dan pengajaran Al-Qur’an yang melahirkan generasi yang cenderung intoleran dan bahkan radikal dalam menjalani interaksi sosial. Ketiga, kualitas pengelolaan lembaga pendidikan Al-Qur’an yang pada umumnya kurang menggembirakan dibandingkan dengan perkembangan lembaga pendidikan non-Al-Qur’an.

Keempat, Tantangan di era digital yang mengakibatkan ketergantungan manusia dan teknologi. Kelima, belum adanya standardisasi kurikulum atau materi, kelembagaan, sarana dan prasarana, ketenagaan dan standar kelulusan lembaga pendidikan Al-Qur’an.

Standardisasi Lembaga Pendidikan Al-Qur’an

Mengenai standardisasi, Saifullah menyoroti bahwa di titik ini masih banyak ditemukan ketidaksetaraan pada teknis tata kelola di berbagai lembaga pendidikan Al-Qur’an seperti rumah tahfidz, TPQ, PAUD sehingga kondisi tersebut tidak memberikan jaminan mana diantara lembaga tersebut yang benar-benar menerapkan standar yang ideal. Lebih lanjut, dirinya menekankan bahwa harus ada acuan utama yang harus diadaptasi oleh setiap yayasan dan lembaga pendidikan di daerah-daerah.

“Mau dikembangkan atau ditambah muatan lokal, silahkan, tapi standar atau pokoknya itu seperti apa,” jelasnya.

Dari aspek kurikulum, ia menegaskan bahwa harus ada standar yang ideal semisal, target hafalan peserta didik yang menurutnya berbeda-beda.

“Di TPQ ada yang Juz 30, ada juga yang baru surat-surat pendek, di tingkat selanjutnya ada yang 1 Juz, dan ada yang 5 Juz. Nah standar-standar yang ini belum ada tercipta,” jelasnya.

Menyangkut SDM, Saifullah menginginkan adanya kualifikasi guru melalui pendidikan khusus seperti Lembaga Sertifikasi Profesi (LSP) yang berbasis pada seleksi dan sertifikasi. Saifullah berharap agar dalam waktu dekat, izin pelaksanaan LSP JQH segera dikeluarkan oleh BNSP.

“Jika itu sudah selesai, maka semua guru ngaji harus terverifikasi dan tersertifikasi oleh LSP kita,” sambungnya.

Di tingkat global, masyarakat dunia dan organisasi internasional yang memiliki otoritas dalam menyelenggarakan ketertiban kehidupan antar warga dan bangsa dunia, tidak berkutik untuk menghentikan peperangan di beberapa belahan dunia, terutama peperangan antara Israel dan pejuang Palestina. Situasi buruk yang tidak berkesudahan ini, memunculkan keresahan teologis dan pertanyaan, di mana posisi dan fungsi Kalamullah, Al-Qur’an, dan kitab agama lain yang diimani sebagai wahyu Tuhan, dalam menghadapi aneka kemungkaran sosial yang kian merajalela di muka bumi ini.

Baca Juga :  Kisah Perjalanan Tim Pendampingan Implementasi Revitalisasi KUA

“Kok ini terbiarkan begitu saja sementara kita-kita ini melantunkan dan menyampaikan teks-teks Al-Qur’an dan kandungannya, namun tidak berkesinambungan dan tidak menjawab berbagai macam problem di dalam negeri maupun di dunia.

Oleh karena itu, pembahasan ini nantinya akan masuk pada wilayah bahasan komisi rekomendasi yang akan mengupas tuntas dan memberi tasyiah dari pada ulama Al-Qur’an yang otoritatif dari sisi keilmuan dan moral.

“Saya kira ulama yang datang nanti para ahli Qur’an yang sangat otoritatif dan punya landasan moral untuk berbicara semacam keadilan, demokrasi dan kemajuan bersama,” sambungnya.

Kongres JQH ke-VI yang mengusung tema “Transformasi Pendidikan dan Dakwah Al-Qur’an di Era Digital Menyongsong Indonesia Emas” ini juga akan melaksanakan seminar nasional terkait tantangan dan strategi dakwah Al-Qur’an di era digital dengan menghadirkan narasumber yang kompeten, baik dari dalam maupun luar negeri. Selain itu, Kongres ini turut menyelenggarakan Bahsul Masail Qur’aniyah (BMQ), komisi yang membahas status hukum sejumlah persoalan terkait dengan bidang Al-Qur’an yang berkembang di masyarakat.

Kongres yang akan dibuka oleh Presiden RI, dan dihadiri juga oleh Rais Am PBNU dan Ketua Umum PBNU diikuti oleh sekitar 850 peserta yang merupakan utusan Pengurus Pusat JQH NU, Pengurus Wilayah JQH NU, Pengurus Cabang JQH NU dan Pengurus Cabang Istimewa JQH NU di luar negeri.

 

Di forum kongres juga akan dilaksanakan penganugerahan penghargaan kepada 7 (tujuh) ulama /tokoh dan 7 (tujuh) lembaga pendidikan Al-Qur’an yang telah berjasa besar dan berdedikasi tinggi dalam memajukan pendidikan dan dakwah Al-Qur’an di Indonesia.

Kegiatan Kongres VI JQH NU juga akan disemarakkan dengan kegiatan penunjang, yaitu:

– Haflah tilawatil Qur’an oleh qari’-qari’ah internasional

Baca Juga :  Kunjungan Apostolik Berakhir, Menag Ungkap Tiga Pesan Paus Fransiskus

– Hiburan nasyid, dan

– Festival/bazar berbagai produk, terutama produk metode belajar Al-Qur’an, produk kaligrafi dan kaligrafi digital karya pengurus/anggota JQH NU, serta produk barang kreatif lain seperti souvenir, seni kuliner dan lain-lain (yud)

Leave A Reply

Your email address will not be published.