Perdana, Palestina Diberi Kursi Negara Anggota dalam Sidang PBB
RISALAH NU ONLINE, JAKARTA – Tercatat sebuah perkembangan penting dalam pengakuan kemerdekaan Palestina di kancah Internasional dalam Sidang ke-79 Majelis Umum Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB).
Melansir dari WAFA https://english.wafa.ps/Pages/Details/149218 tepat sebelum sidang dibuka pada Selasa (10/9/2024) Majelis Umum PBB secara resmi mengumumkan bahwa hak-hak perwakilan Palestina telah ditingkatkan.
Oleh karena itu, Duta Besar Palestina Riyad Mansour mendapat kursi untuk duduk di antara perwakilan negara-negara anggota PBB pada Sidang ke-79 Majelis Umum PBB di New York baru-baru ini.
Di atas meja Mansour tertulis “State of Palestine” (Negara Palestina) yang menunjukkan terbukanya peluang bagi pengakuan kemerdekaan Palestina.Dalam sidang tersebut, Mansour diberikan kursi di antara perwakilan Sudan dan Sri Lanka.
Mansour mengatakan, “Ini bukan sekadar masalah prosedural. Ini momen bersejarah bagi kami,” kata Mahmoud.
Ia melanjutkan, “Negara Palestina harus berkedudukan di Majelis Umum di antara negara-negara anggota, negara-negara anggota penuh.” dikutip dari The New Arab https://www.newarab.com/news/palestine-makes-history-taking-seat-un-general-assembly.
Pada sidang-sidang sebelumnya, Palestina diberi status sebagai pengamat dan belum mendapatkan hak penuh sebagai anggota PBB. Palestina telah memegang status “negara pengamat non-anggota” di PBB sejak 2012.
Untuk diberikan keanggotaan penuh PBB, suatu negara harus menerima suara mayoritas dua pertiga dari Majelis Umum setelah adanya rekomendasi positif dari Dewan Keamanan. Resolusi tersebut didukung oleh 143 suara, sembilan menentang, termasuk AS dan Israel, dan 25 abstain.
Amerika Serikat memveto rekomendasi ini pada tanggal 18 April, mencegah Palestina memperoleh keanggotaan penuh. Veto Amerika tersebut menjadikan Palestina berstatus pengamat yang tidak dapat memberikan suara di PBB.
Sementara itu, perwakilan Israel Jonathan Miller tidak menyukai peningkatan hak Palestina tersebut. Ia mengklaim bahwa Palestina tidak layak untuk mendapatkan peningkatan status di PBB karena tidak mengecam pembunuhan massal dan penculikan yang terjadi pada 7 Oktober 2023 di Israel. (Ekalavya).