Kementerian Agama melalui Direktorat Pendidikan Diniah dan Pondok Pesantren, Direktorat Jenderal Pendidikan Islam menerbitkan sejumlah regulasi, termasuk regulasi pencegahan kekerasan di Pondok Pesantren. Bagaimana regulasinya, berikut petikan wawancara Majalah Risalah NU dengan Direktur Ditpontren Kementerian Agama RI, Dr. Basnang Said di Jakarta, Sabtu 21 September 2024.
Sejauh mana regulasi yang diterbitkan Kemenag terkait penanggulangan kekerasan di Pesantren?
Oke baik, terima kasih. Jadi pertama, Kementerian Agama melalui Direktorat Pendidikan Diniah dan Pondok Pesantren, Direktorat Jenderal Pendidikan Islam, itu sudah menerbitkan sejumlah regulasi berkaitan dengan keberpihakan-keberpihakan kepada kepentingan anak-anak di Pondok Pesantren.
Maka, yang pertama sudah ada peraturan Menteri Agama nomor 73 (kalau tidak salah) tahun 2022 berkaitan dengan seperti apa pencegahan kekerasan seksual pada satuan-satuan pendidikan di bawah Kementerian Agama.
Kemudian sebelumnya tahun 2021 juga sudah ada keputusan Dirjen tentang Pedoman Pesantren Ramah Anak. Yang salah satunya (kira-kira) isinya adalah bahwa seharusnya di Pondok Pesantren itu ada kotak pembinaan. Bahasa di regulasinya itu kotak aduan tapi banyak yang tidak sepakat.
Maka, kemudian kita coba mengganti menjadi kotak pembinaan. Kalau ada anak-anak yang merasa terbully oleh teman-temannya, ada anak-anak yang merasa ada yang melakukan kekerasan apapun di lembaga-lembaga pendidikan termasuk dalam pesantren, maka anak-anak bisa membuat menuliskan di secarik kertas lalu kemudian menuliskan dan menaruhnya di kotak aduan itu. Itu salah satu implementasi dari keputusan Dirjen berkaitan dengan Pedoman Pesantren ramah anak.
Lalu, kedua ada regulasi yang berkaitan dengan pola pengasuhan anak di pesantren. Salah satu bentuk pengasuhan, kira-kira menurut kami adalah bukan hanya sekedar memenuhi kewajibannya para kiai ibu nyai di pondok pesantren, bahwa anak-anak terpenuhi pembelajarannya, tetapi yang paling penting menurut kami adalah bahwa benar-benar anak yang di Pondok Pesantren itu adalah sebagai anak ideologisnya para kiai dan ibu nyai di Pondok Pesantren.
Berikutnya adalah salah satu bentuk keberpihakan kita kepada anak-anak berkaitan dengan pemenuhan gizinya, (Ini ada problem), kita membayangkan ketika kemudian anak-anak selama 6 tahun berada di Pondok Pesantren pada masa-masa pertumbuhannya justru tidak mendapatkan asupan gizi yang mencukupi. Sehingga kita khawatir pada masa pertumbuhannya itu anak-anak justru tidak terpenuhi gizinya.
Oleh karena itu, kepada seluruh Pondok Pesantren itu, di mana-mana kami menyampaikan materi, bersilaturrahim, sowan kepada kiai, kami berharap supaya terpenuhi asupan gizinya anak-anak di pesantren. Minimal misalnya, satu hari makan ayam, satu kali makan ikan dan seterusnya.
Kami juga sudah melakukan sinergi dan koordinasi lintas sektor dengan Kementerian PPPA, KPAI, Kementerian Kesehatan dan lembaga lainnya.
Kita tidak bisa menampik kalau kekerasan pesantren itu sudah ada korbannya, apakah nanti kedepannya akan ada pendampingan kepada para korban, termasuk juga pada pelaku yang masih di bawah umur?
Tentu. Jadi, pertama kami sudah menerima banyak data yang masuk berkaitan dengan sejumlah kasus-kasus yang terjadi di Pondok Pesantren. Hal pertama yang kami lakukan, setiap ada kasus langsung kami menghubungi kepala seksi PD Pontren yang ada di Kementrian di kota, kemudian ada kepala bidang beserta timnya, itu yang langsung turun.
Lalu kami juga patut bersyukur karena upaya-upaya bukan hanya dilakukan oleh Kementerian Agama. Ada Komisi Perlindungan Anak Indonesia di daerah itu yang juga berjibaku dengan Kementerian Agama, sehingga kami selalu memastikan bahwa setiap ada peristiwa yang terjadi di pesantren bukan hanya Kementerian Agama yang turut serta untuk menyelesaikan, tapi berjibaku bersama-sama dengan pihak-pihak lain yang terkait dan itu yang kita lakukan.
Misalnya, ketika terjadi peristiwa yang terjadi di Pesantren Jombang beberapa waktu lalu. Saat itu bukan hanya Kementerian Agama yang turun, tapi juga lintas Kementerian yang lain juga ikut bersama-sama. Bagaimanapun ini bukan sebatas problemnya pesantren, bukan hanya problemnya santri, tapi problem bangsa yang harus hadir dan menyiapkan keberpihakan kepada anak-anak kita.
Adakah imbauan kepada orang tua, pengasuh dan santri, bagaimana seharusnya hidup damai di lingkungan pesantren itu?
Jadi, memang latar belakang anak-anak yang masuk ke Pondok Pesantren itu sangat beragam. Ada anak-anak yang berasal dari keluarga baik, keluarga yang soleh, lalu kemudian membawa anak-anaknya ke Pondok Pesantren, dengan harapannya nanti anak-anaknya bisa menjadi anak yang baik, anak soleh, berbakti kepada bangsa agama dan negara.
Akan tetapi, ada juga anak-anak yang dibawa oleh orang tuanya ke Pondok Pesantren yang sebelumnya mengalami masalah. Nah, hebatnya Pondok Pesantren adalah mereka tidak pernah melakukan penolakan kepada anak-anak apapun latar belakangnya.
Nah, ini menurut saya yang harus kita apresiasi kepada pesantren, bahwa pesantren tidak boleh kita katakan sebagai bengkel, tidak boleh. Pesantren adalah tempat yang bukan hanya tempat untuk memberikan ilmu pengetahuan kepada peserta didik kita, tapi juga yang paling penting adalah memperbaiki moral anak bangsa kita melalui Pondok Pesantren.
Mungkin ada latar belakang mereka yang nakal. Namun, begitu masuk Pondok Pesantren itu menjadi tanggung jawabnya Pak Kiai, Ibu Nyai, dan tentunya negara untuk kemudian memperbaiki akhlaknya anak-anak kita.
Bukankah mencerdaskan anak bangsa adalah tanggungjawab negara?
Betul. Makanya, dalam hal ini, Negara patut mengucapkan terimakasih kepada Pondok Pesantren karena seharusnya pembinaan anak-anak itu harus dilakukan oleh negara. Tetapi, lain yang terjadi di Indonesia. Masyarakat kita justru berkontribusi besar ikut mencerdaskan kehidupan bangsa.
Negara harus memberikan dukungan, bukan hanya dukungan dalam hal finansial tetapi yang paling utama adalah menyiapkan regulasi-regulasi untuk menjamin masa depan pesantren. Maka, terbitlah Undang-undang No. 18 Tahun 2019 bahwa negara memberikan rekognisi, afirmasi, dan fasilitasi kepada Pondok Pesantren.
Menjelang peringatan hari santri, adakah kampanye perdamaian atau kegiatan lain yang akan dilakukan Kemenag?
Sekarang kita sedang menyiapkan draf Keputusan Menteri Agama (KMA) tentang peta jalan pesantren ramah anak. Insyaallah, semoga sebelum hari santri berkenan Menteri Agama bisa menandatangani keputusan Menteri Agama itu. KMA berkaitan dengan pedoman pesantren ramah anak dan inilah yang kemudian menjadi acuan bekerja kita lima tahun kedepan.
Mulai dari membuat program, pendampingan kepada anak-anak, relasi dengan siapa, bekerjasama dengan siapa dan seterusnya. Kemudian negara hadir untuk pesantren seperti apa, itu semua dicantumkan dalam peta jalan pesantren ramah anak.
Oleh karena itu, nanti kita akan melaunching peta jalan pesantren ramah anak ini sebagai bagian dari rangkaian hari santri tahun 2024. Terimakasih. (Ekalavya).