Ada Apa dengan JATMAN?

0

Belakangan ini terjadi kontroversi terkait pelaksanaan Kongres Jam’iyyah Ahli Thoriqoh Mu’tabaroh An Nahdliyyah (JATMAN). Kenapa? Sebab ada dua agenda nasional dalam waktu dekat yang menggunakan nama JATMAN.

Yang pertama, diselenggarakan oleh Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) di bawah kepemimpinan Rais Aam KH. Miftachul Akhyar dan Ketua Umum KH. Yahya Cholil Staquf pada 21-22 Desember di Asrama Haji Donohudan, Boyolali, Jawa Tengah. Yang kedua diselenggarakan pada 29-31 Desember di Pekalongan oleh lembaga bernama sama yang diketuai oleh Habib Luthfy bin Yahya.

Lalu apa sebenarnya yang terjadi?

Seperti jamak diketahui, JATMAN merupakan salah badan otonom (banom) PBNU, seperti Muslimat, Fatayat dan Ansor. Didirikan pada 10 Oktober 1957 di Tegalrejo, Magelang berdasarkan prakarsa sejumlah kiai NU antara lain KH. Muslih Abdurrohman, Mraggen Demak, KH. Nawawi, Berjan Purworejo, KH. Masruhan Iksan, Mranggen Demak, dan KH. Mandhur Temanggung. Imbuhan nama an-Nahdliyah baru ditetapkan belakangan setelah masuk sebagai badan otonom NU pada Muktamar Ke-26 di Semarang, Jawa Tengah pada 1979. Hal ini berdasarkan usulan para sesepuh tarekat, seperti KH Muslih Abdul Rahman, KH Turaichan Adjuri, dan KH Adlan Ali pada sidang pleno Syuriyah PBNU agar jam’iyah tarekat tetap satu langkah dan satu posisi dengan Ahlussunnah wal Jama’ah. Lalu terbit Surat Keputusan PBNU nomor 137/Syur.PB/V/1980 sebagai pengesahannya (https://www.nu.or.id/nasional/sejarah-jatman-organisasi-tarekat-nu-yang-kini-berusia-66-tahun-NLDRA)

Berdasarkan situs resmi JATMAN (https://jatman.or.id/sejarah-jatman), tokoh pendiri Jam’iyyah Ahlith Thariqah Al Mu’tabarah An Nahdliyyah adalah:
1. KH. Abdul Wahab Hasbullah, Ro’is ‘Am PBNU
2. KH. Bisri Syamsuri, Katib ‘Am PBNU
3. KH. Dr. Idham Cholid, Ketua Umum PBNU
4. KH. Masykur, Sekjen PBNU
5. KH. Muslih Abdurrohman , Ro’is ‘Am Jam’iyyah Ahlith Thariqah Al Mu’tabarah

Kepemimpinan Habib Luthfy di JATMAN

Habib Luthfy bin Yahya merupakan Rais Am JATMAN ke-9 yang terpilih dalam Muktamar IX pada 2000 di Pekalongan, menggantikan KH. Ahmad Muthohar bin Abdurrahman. Beliau kembali terpilih sebagai Rais Am JATMAN pada Muktamar X tahun 2005 di Pekalongan, pada Muktamar XI tahun 2012 di Malang, serta pada Muktamar XII pada 2018 di Pekalongan untuk periode 2018-2023. Muktamar XII di Pekalongan Jawa Tengah pada tanggal 26 Rabiul Akhir-1 Jumadil Awwal 1439 atau 14-18 Januari 2018 memilih dan menetapkan Habib Muh. Luthfy Bin Yahya sebagai Rais Am dan KH. Wahfiuddin Sakam sebagai Mudir Am Idaroh Aliyyah Jatman.

Dalam perjalanan, KH. Wahfiuddin Sakam kemudian digantikan oleh Habib Umar Muthohar yang sebelumnya menjabat sebagai Wakil Mudir Am. Berdasarkan ketentuan yang berlaku dan merujuk surat keputusan tentang Susunan Idaroh Aliyah JATMAN Masa Khidmah 2018-2023 yang ditetapkan di Pekalongan pada tanggal 28 Januari 2018, masa khidmat Idaroh Aliyyah JATMAN seharusnya berakhir pada 28 Januari 2023.

Menurut Peraturan Rumah Tangga (PRT) JATMAN Pasal 47 ayat (1) diatur bahwa “Muktamar selambat-lambatnya diadakan 5 (lima) tahun sekali”. Namun, setelah masa khidmatnya berakhir lebih dari setahun, temyata Muktamar JATMAN tidak kunjung diselenggarakan. Merasa resah karena ketidakjelasan proses dan mekanisme keorganisasian tersebut, sejumlah ahli tarekat dan pimpinan JATMAN dari berbagai daerah datang ke Kantor PBNU di Jakarta Pusat, pada 2 September 2024 lalu. Dipimpin anggota Majelis Ifta Wal Irsyad Jatman KH Chalwani Nawawi, para kiai tarekat ini bertemu dengan Ketua Umum PBNU KH Yahya Cholil Staquf dan Wakil Ketua Umum PBNU KH Amin Said Husni. Dua hal yang disampaikan kepada pimpinan PBNU tersebut: perihal masa kepengurusan JATMAN yang sudah habis dan pengubahan sejarah JATMAN di bawah kepemimpinan Habib Lutfi (https://www.nu.or.id/nasional/sejumlah-kiai-tarekat-kunjungi-pbnu-ini-yang-dibahas-lrW7k).

PBNU Mencari Solusi

Merespon hal tersebut, KH Amin Said menyampaikan bahwa Idaroh Aliyah JATMAN sempat mengirim surat permohonan perpanjangan masa kepengurusan kepada Rais Aam PBNU pada Juli 2024. Namun surat berkop JATMAN itu hanya ditandatangani oleh Habib Luthfy saja sebagai Rais Aam Jatman—dengan kata lain tidak sah menurut aturan keorganisasian, dan dianggap sebagai “surat pribadi” dari Habib Luthfy kepada KH. Miftakhul Achyar. Uniknya juga, meski disampaikan kepada Rais Aam pada tanggal 28 Juli 2024 namun surat itu tertanggal 16 Agustus 2023. Karena keanehan tersebut maka PBNU menganggap surat tersebut sebagai “wujuduhu ka ’adamihi” (adanya seperti tidak adanya).

Sementara itu dalam pertemuan para kiai anggota JATMAN sebelumnya di pesantren Daru Ulil Albab, Juwet, Ngronggot, Nganjuk, diserukan agar JATMAN dikembalikan sesuai khittah sebagai Badan Otonom PBNU. Mereka juga menyatakan bahwa kepengurusan JATMAN telah demisioner sehingga tidak lagi memiliki kewenangan dalam pengambilan keputusan organisasi dan pelaksanaan Muktamar JATMAN diserahkan kepada PBNU (https://khazanah.republika.co.id/berita/sj7oa3430/meluruskan-sejarah-pendiri-organisasi-tarekat-kiai-nu).

Dalam ikhtiar mencari resolusi atas konflik yang terjadi di tubuh JATMAN, PBNU memfasilitasi pertemuan antara Idaroh Aliyah dan Idaroh Wusto JATMAN di Surabaya pada 19 September 2024 yang dimoderasi oleh KH. Zulfa Mustofa, Wakil Ketua Umum PBNU, dan H. Lukman Khakim, Wakil Sekjen PBNU. Sebelum pertemuan dilangsungkan Rais Aam PBNU KH. Miftachul Akhyar mengirim utusan pribadi untuk menemui Habib Luthfy, yaitu KH. Tajul Mafakhir, Katib Syuriah PBNU, untuk meminta kesediaan beliau hadir dalam pertemuan di Surabaya. Tapi beliau tidak berkenan hadir dan menugaskan Habib Mutohar dan H. Aly Mas’adi untuk mewakilinya.

Hasil pertemuan tersebut menyepakati bahwa pelaksanaan Muktamar Jatman dan kepengurusan Jatman yang demisioner diserahkan kepada PBNU. Wakil Ketua Umum PBNU KH Zulfa Mustofa merilis sejumlah temuan mengenai perkembangan terkini ihwal Jatman, antara lain soal telah berakhirnya kepengurusan Jatman saat ini yang jatuh pada 28 September 2023. “Statusnya kedaluwarsa sehingga perlu diambil langkah organisasi untuk melanjutkan kepengurusan Jatman,” tuturnya Sabtu (14/9/2024) seperti dikutip NUonline (https://nu.or.id/nasional/wakil-ketua-umum-pbnu-ungkap-beberapa-temuan-tentang-jatman-yq4AZ)

Menyusul hal tersebut pada awal Desember 2024 PBNU menyusun kepanitiaan Kongres JATMAN yang diketuai oleh Prof. Dr. KH. Ali Masykur Musa, mantan Ketua Umum Ikatan Sarjana Nahdlatul Ulama (2012-2024). Habib Luthfy dimasukkan sebagai penasehat bersama dengan Wakil Rais Aam KH. Afifuddin Muhajir, Katib Aam KH. Ahmad Said Asrori dan Sekjen PBNU Drs. H. Saifullah Yusuf. Bertindak sebagai Ketua Steering Committee (SC) kegiatan tersebut adalah KH. Anwar Iskandar dengan wakil ketua KH. Ahmad Haris Shodaqoh dan sekretaris Prof. Dr. KH. Abd. Hadi Muthohar. Sedangkan sebagai anggota SC yaitu KH. Anwar Manshur, KH. Mustofa Aqil Siroj, KH. Wafi Maimoen Zubair dan KH. Zulfa Mustofa.

JATMAN Menjadi Perkumpulan, Bukan Banom?

Namun, belakangan beredar dokumen Akta Notaris tentang pendirian organisasi yang diberi nama Perkumpulan Ahlith Thoriqoh Al Mutabaroh An Nahdliyyah yang dibuat oleh Notaris Sodikun, SH., M.Kn, beralamat di Jalan Gogor Tol No. 21-23 Jajartunggal, Surabaya. Dokumen itu menyatakan bahwa Perkumpulan Ahlith Thoriqoh Al Mutabaroh An Nahdliyyah itu didirikan pada tanggal 26 Juni 2019 berdasarkan permohonan dari Tuan Muhammad Luthfi Ali Yahya dan Tuan Mashudi, yang masing-masing termaktub sebagai Ketua Umum/Rais Am dan Sekretaris Umum/Sekretaris Jenderal. Akta Notaris tersebut telah didaftarkan kepada dan mendapatkan pengesahan dari Menteri Hukum dan HAM dengan Surat Keputusan No. AHU-0007241.01.07.Tahun 2019 tertanggal 17 Juli 2019. Di dalam Akta Notaris tersebut juga memuat Anggaran Dasar yang sama sekali tidak menyebut Nahdlatul Ulama.

Dalam dokumen tertanggal 17 Juli 2019 tersebut tercatat juga Ali M. Abdillah sebagai Sekretaris, H. Aly Mas’adi sebagai Ketua Pengawas serta KH. Zamzami Amin dan KH. Zainal Arifin sebagai anggota pengurus perkumpulan Jatman tersebut. Karena merasa tidak mengetahui dan dicatut dalam pendirian perkumpulan tersebut maka sejumlah kiai menyatakan mengundurkan diri termasuk Dr. Ali M. Abdillah sebagai sekretaris, serta KH. Zamzami Amin, pengasuh pondok pesantren Mu’alimin Mu’alimat Tegal Temu Babakan Ciwaringin Cirebon, dan KH. Zainal Arifin, pengasuh pondok pesantren Fathul Huda Karanggawang Sidorejo Sayung Demak (foto terlampir).

Apa makna dari pendirian Perkumpulan Ahlith Thoriqoh Al Muktabaroh An Nahdliyyah oleh Habib Luthfy tersebut?

Ada sekurangnya dua implikasi hukum yang sangat prinsipil dari adanya dokumen tersebut. Pertama, bahwa Habib Luthfy dan H. Mashudi yang tercantum di dalam dokumen tersebut telah dengan sengaja mengubah Jam’iyyah Ahlith Thoriqoh Al Mu’tabaroh An Nahdliyyah (JATMAN) yang semula merupakan Badan Otonom NU, menjadi Perkumpulan Ahlith Thoriqoh Al Mutabaroh An Nahdliyyah sebagai badan hukum perkumpulan tersendiri yang sama sekali tidak terkait dengan Nahdlatul Ulama. Kedua, oleh karena itu, Habib Luthfy dan H. Mashudi dengan sendirinya tidak lagi memiliki kedudukan hukum untuk bertindak dalam bentuk apa pun atas nama Jam’iyyah Ahlith Thoriqoh Al Mutabaroh An Nahdliyyah (JATMAN) yang merupakan Badan Otonom Nahdlatul Ulama.

Jadi, wajar jika kemudian muncul pertanyaan—seperti judul sebuah film terkenal: Apa Apa Dengan JATMAN?

(Dr. Najib Azca – Wakil Sekretaris Jenderal PBNU).

 

 

 

 

Leave A Reply

Your email address will not be published.