M. Tholchah Mansjur (1951)
Catatan
Tulisan ini dimuat dalam majalah Aliran edisi perdana, 15 Januari 1951 dengan cover Jenderal Soedirman. Majalah Aliran diakui tertulis sebagai majalah Islam progresif radikal dan revolusioner.
Dipimpin KH Ghozali dengan pimpinan redaksi HA Takruni dan Usman Mansjur. Berkantor di Jalan Alun-alun no 3 Malang, Jawa Timur. Tidak jelas lembaga yang menerbitkan. Namun banyak memberitakan aktifitas GPI (Gerakan Pemuda Islam). M. Tholchah Ms yang lahir di Malang, Jawa Timur 10 September 1930 adalah anggota sidang redaksi majalah ini. Ia menulis dengan judul Trias Politica.
Tulisan ini ditulis Dr. KH.M. Tholchah Mansjur ketika masih berusia 21 tahun dan menjadi mahasiswa Universitas Gajah Mada, Yogyakarta. Berikut tulisan dan pemikiran mantan Rais Syuriah PBNU ini. (MH)
Sebelum menguraikan akan arti perkataan tersebut diatas, marilah pembaca saya ajak meninjau kezaman dua abad yang telah lalu di Perancis sebelum pecah revolusi. Pada masa Ancien Regiem (masa sebelum revolusi Perancis timbul pada tahun 1789). pada penghabisan pemerintahan Louis XIV (1643-1715), keadaan negeri sangat buruk, kacau-balau, lebih-lebih dalam soal keuangan.
Kekuasaan yang tidak terbatas di tangannya dan L’état c’est moi (Negara adalah saya). Apa yang aku kehendaki itulah kehendak negara. Keadaan yang buruk itu, diwarisi oleh Louis XV (1715- 1774), cucu pengganti Louis XIV. Masa itulah yang paling buruk bagi Perancis, Raja hanya mementingkan diri sendiri. Ia terpikat oleh wanita cantik, kemewahan menjadi darah dagingnya, sehingga karena itu, segala yang ia kerjakan senantiasa mendapat tekanan dari fihak wanita dan ia sendiri dirajai oleh mewah yang bukan alang kepalang.
Segala permintaan wanita senantiasa diperturutkannya dengan tiada usul periksa lagi. Uang negara seolah-olah uangnya sendiri. Hal yang demikian menyebabkan hutang yang besar bagi negara. Daerah koloni Perancis harus diserahkan kepada Inggris, akibat kekalahan yang dialami karena perang dengan Inggris (1756-1763) sebagai pengganti kerugian Inggris.
Kekacauan merajalela, hak hak rakyat tidak diperdulikan pajak sungguh amat memberatkan beban rakyat, karena di pungut terlalu tinggi. Katanya: Après nous la deluge (Sepeninggal kami bencana mengganas). Kekuasaannya tidak terbatas. Ia mendjadi Absoluut Monarch atau raja yang tak mengenal batas. Tindasan-tindasan terhadap rakyat sudah lebih daripada cukup.
Keadaan bertambah buruk. Louis XVI, penggantinya, tak sanggup menguasai dan mengatasi keadaan, Penulis-penulis Perancis yang kenamaan, Voltaire, Jean Jacques Rousseau mencela sikap raja. Ahli-ahli fikir mengemukakan pendapat pendapatnya, mengajukan konsepsinja mengenai perubahan ketata-negaraan. Bagi mereka, sungguh amat tidak tepat sekali, jika raja berkuasa dalam segala. Bukti-bukti daripada keburukan akibat kekuasaan yang demikian telah terlihat nyata.
Raja membuat undang-undang (memerintah), ia yang melaksanakan dan ia pula yang memberi hukuman atas mereka yang tiada mau tunduk kepada perintahnya itu. Hal jang demikian menyebabkan hal yang tidak obyektif. Montesquieu (1689 1755), seorang politikus Perancis mengemukakan pendapatnya yang terkenal dengan sebutan Trias Politica: Executive, Legislative dan hak Judicair (yudikatif, Pen).
Dengan demi kian raja tidak mudah bertindak sewenang-wenang, Hak Excecutive dilaksanakan oleh raja dengan para Menteri. Badan ini merupakan dan pekerja atau badan penjalankan undang-undang yang dilaksanakan oleh raja dan rakyat. Legislative adalah pembentuk undang-undang dilaksanakan oleh raja daripada rakyat (wakil-wakil rakyat dalam parlemen dan telah dipilih oleh rakyat). Dan hak Judicatif (hak kehakiman) merupakan badan tersendiri yang terdiri dari kedua bagian itu.
Dengan demikian masa absolut Monarchie, despotism telah hapus dan dalam hal ini revolusi Perancis yang terkenal itulah yang mendjadi pelopornya, pembuka jalan bagi perkembangan demokrasi selandjutnja. Masa Absoluut Monarchie telah pergi dan datang masa Constitutionele Moure (keradjaan yang berundang-undang dasar, kerajaan yang bersendikan hukum).
Masa rakyat ikut menentukan keadaan dan susunan serta sikap negara telah datang karena hal yang demikian itulah demokrasi. Sikap negara adalah rikap rakyat juga, jikalaulah susunan atau cara yang demikian -Trias Politica- dijadikan dasar atau sendi negara. Oich karena itu, bagaimana juga dalam hal-hal jang terjadi di negaranya, rakyat harus ikut mengatur dan ikut bertanggung jawab. Dan adalah suatu ketidakbijaksanaan apabila pemerintah tidak atau kurang mempedulikan keadaan dan suara rakjat. Lagi pula keadilan akan tidak ada artinja jika badan kehakiman (Judicair) bertindak sewenang-wenang.
Karena itu ketiga badan tersebut harus berdiri atas ialannya sendiri-sendiri dalam menyelesaikan tugas-tugas negara. Jika ketiga kekuasaan itu berjalan dengan lancar dan beres, serta pula bersendikan etas keadilan dan kebenaran segala harapan dalam membina negara yang aman adil makmur dan tenteram akan tercapai. (*)