RISALAH NU ONLINE, JAKARTA – Rais Syuriyah Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) Prof Muhammad Nuh mengungkapkan bahwa tantangan bagi para pendidik saat ini adalah bagaimana agar terus beradaptasi dengan berbagai perubahan dan inovasi digital.
“Tantangan terbesar dan terberat bagi kita dan dunia pendidikan adalah education for digital native in digital era. Persoalannya, guru-gurunya bukan digital native. Ada frekuensi yang tidak sama,” ujarnya, dalam sesi Suara Peserta Kongres pada Kongres Pendidikan NU di Hotel Bidakara, Jakarta Pusat pada Kamis (23/1/2025).
Guru besar bidang ilmu digital control system dengan spesialisasi sistem rekayasa biomedika itu menganalogikan hal itu dengan landasan pacu pesawat terbang. “Pendidikan berbeda dengan pelatihan, pendidikan itu seperti landasan pacu yang lebih panjang dari pesawatnya. Kalau panjangnya sama (dengan pesawat) itu pelatihan,” ujarnya.
Artinya, lanjut Prof Nuh, pendidikan yang diberikan harus lebih luas dan lebih menyeluruh dengan mengombinasikan pengetahuan masa lalu, realita masa kini, dan inovasi masa depan—dari pada sekadar tujuan-tujuan sesaat, seperti pencarian kerja belaka.
Mendorong mobilitas vertikal dhuafa
Selain itu, Prof Nuh juga memaparkan bahwa pengabdian dunia pendidikan—khususnya di lingkungan jam’iyah Nahdlatul Ulama—harus mendorong masyarakat dhuafa ke arah mobilitas vertikal, terutama bagi generasi muda.
“Kita siapkan dunia pendidikan NU ini sebagai pendidikan yang terbaik untuk mendorong dhuafa-dhuafa bisa mengalami mobilitas vertikal,” harapnya.
Prof Nuh menggambarkan, pada 20 tahun mendatang warga NU akan diisi oleh generasi Y, generasi Z, dan generasi alpha. Ketiganya merupakan generasi yang tergolong ke dalam digital native, yakni generasi yang sebagian besar aspek kehidupannya beririsan dengan teknologi digital. Bahkan, untuk generasi alpha sejak lahir mereka telah akrab dengan penggunaan gawai.
Namun, realita yang dihadapi saat ini masih banyak gen Z dan gen alpha yang berasal dari golongan masyarakat dhuafa. Kelemahan ekonomi berpotensi menjadi jurang pemisah dengan kemajuan teknologi karena terbatasnya akses masyarakat kalangan bawah dalam perkembangan teknologi yang kian cepat.
Oleh karena itu, Prof Nuh mengimbau agar khidmah-khidmah yang dilakukan dalam naungan NU pada dunia pendidikan harus mendorong generasi muda dhuafa saat ini ke tengah pusaran mobilitas vertikal.
“NU saat ini sedang mengalami mobilitas vertikal, naik. Baik dari sisi intelektual semakin banyak orang-orang NU yang intelektualnya bagus, sosial ekonominya juga bagus, politiknya juga bagus,” ungkapnya. “Kalau khidmah ijtimaiyah ini tidak diperkuat, orang-orang pinter NU akan keluar dari NU,” imbuhnya.
Senada, Rektor Universitas Islam Malang (UNISMA), Prof Junaidi, menyampaikan beberapa program yang dicanangkan oleh kampus didesain untuk mendukung mahasiswa untuk berdaya dan masuk ke tengah mobilitas vertikal sebagai bentuk khidmah.
“Antara lain kami membuat program inkubasi bisnis dan kewirausahaan yang diperkenalkan sejak OSIKA mahasiswa baru,” ujar Prof Junaidi.
Ia menyebut kampus memberikan fasilitas berupa pendampingan hingga hibah pendanaan bagi usaha yang digagas mahasiswa yang memenuhi kriteria agar dapat berkembang.
Sebagai informasi, PBNU menggelar Kongres Pendidikan NU bertajuk “Transformasi Pendidikan Menuju Indonesia Emas Tahun 2045 dan Kemaslahatan Umat Manusia” yang merupakan rangkaian kegiatan agenda Harlah ke-102 NU. Acara ini digelar di Hotel Bidakara, Jakarta Selatan, pada 22-23 Januari 2025 dan diikuti 300 perwakilan lembaga pendidikan di lingkungan NU—mulai dari jenjang pendidikan usia dini (PAUD), pendidikan dasar dan menengah, perguruan tinggi, hingga pondok pesantren. (Ekalavya).