RISALAH NU ONLINE, Jakarta – Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) masih terus menggelar rangkaian acara dalam memperingati hari ulang tahun NU ke-99 Masehi dan 102 H, salah satunya adalah Kongres Keluarga Maslahat NU. Gelaran tersebut dilaksanakan melalui Gerakan Keluarga Maslahat NU (GKMNU).
Ketua PBNU, Alyssa Wahid menyampaikan bahwa kongres ini bukan hanya sekadar kegiatan diskusi, melainkan juga ajang serius untuk merumuskan kebijakan terkait keluarga. “Kita akan mengundang negara, pemerintah dari berbagai kementerian dan lembaga untuk duduk bersama-sama (dengan) utusan NU dari seluruh Indonesia dan juga mitra-mitra dari kelompok masyarakat sipil dan akademisi. Kita akan bicara strategi besarnya di situ,” ungkap Alyssa Wahid di Lobby PBNU, Jakarta Pusat, Jumat, (24/01/25)
Dalam kongres yang akan diselenggarakan pada 31 Januari hingga 1 Februari tersebut, GKMNU akan mengangkat enam dimensi penting untuk membahas dan merumuskan strategi dalam mengatasi permasalahan keluarga yang semakin kompleks di Indonesia. Enam dimensi terkait keluarga yang menjadi pokok pembahasan adalah sebagai berikut:
1. Kekerasan Dalam Keluarga
PBNU menegaskan pentingnya menciptakan lingkungan keluarga yang bebas dari kekerasan. “Tidak boleh ada kekerasan,” tegas Alyssa Wahid, dalam menggarisbawahi pentingnya perlindungan terhadap anggota keluarga, khususnya perempuan dan anak-anak.
2. Kesehatan Keluarga
Salah satu fokus utama adalah mencegah perkawinan anak dan masalah stunting. “Tidak kawin anak, misalnya. Karena kawin anak bisa menimbulkan persoalan. Tidak stunting juga,” ujar Alyssa, menekankan pentingnya kesehatan dalam membangun keluarga yang sejahtera.
3. Pendidikan Keluarga
PBNU mendorong keluarga untuk memberikan pendidikan yang memadai kepada anak-anak, setidaknya hingga usia 18 tahun. “Keluarga NU perlu mendorong anak-anaknya pendidikan 12 tahun jadi sampai usia 18 tahun, mulai dari SD, SMP, SMA,” ujar Alyssa, menegaskan pentingnya pendidikan sebagai pondasi bagi masa depan anak-anak.
4. Keluarga Moderat
Menghadapi tantangan radikalisme dan ekstrimisme beragama, PBNU menekankan pentingnya penanaman nilai-nilai moderat dalam keluarga. “Saat ini ekstrimisme beragama melalui keluarga juga jalan terus tuh, penanaman nilai-nilai yang eksklusif atau ekstrim,” kata Alyssa.
5. Kesejahteraan Keluarga
Masalah kesejahteraan keluarga menjadi perhatian utama, dengan fokus pada upaya memperbaiki taraf hidup keluarga melalui pemberdayaan ekonomi dan pengelolaan sumber daya yang bijaksana.
6. Keluarga Cinta Alam
Dimensi ini menekankan pentingnya kesadaran lingkungan dalam keluarga. “Di keluarga cinta alam itu keluarga NU diajarkan agar mampu mengelola sampahnya dengan baik. (Dan) Punya kesadaran penggunaan energi yang bertanggung jawab, responsible consumption. Dan sadar bencana,” tambah Alyssa.
Membahas persoalan tersebut, PBNU akan mengundang berbagai pihak yang memiliki keahlian di masing-masing bidang. “Semua tema ini enam-enamnya akan dibahas di dalam kongres. Jadi misalnya untuk transmisi ekstrimisme beragama, kita mengundang BNPT. Untuk sadar bencana, kita mengundang BNPB. Untuk pencegahan perkawinan anak, kita mengundang KPAI. Untuk kekerasan di dalam rumah tangga, kita mengundang Kementerian Perlindungan Anak dan Pemberdayaan Perempuan,” jelas Alyssa.
Hasil dari kongres ini akan diserahkan dalam Forum Musyawarah Nasional Alim Ulama dan Konferensi Besar NU pada 6-7 Februari 2025. Rekomendasi tersebut tidak hanya akan ditujukan kepada pemerintah tetapi juga untuk masyarakat sipil, guna memperkuat peran keluarga dalam menciptakan masyarakat yang lebih sejahtera. Serta melalui program dan organisasi di lingkungan NU itu sendiri.
(Anisa).