Hadirin yang di muliakan Allah SWT, Revolusi teknologi informasi dengan munculnya teknologi platform-platform digital dalam komunikasi masyarakat memang menjadi satu kejutan besar, khususnya bagi kalangan Nahdlatul Ulama (NU).
Pada tahun 2005, LSI membikin survey bahwa orang yang ngaku NU itu 27% dari penduduk Indonesia. Ngaku NU, itu aja sudah nambah banyak. Itu karena tahun 1955 cuma 18%. Nah, datang Indobarometer ke PBNU minta presentasi di depan Syuriah, hasil survey mereka. Hasilnya 47%. Tahun 2010, 47% orang mengaku NU.
Sejak awal sudah kejutan besar buat saya. Kenapa NU bisa nambah dan terus bertambah? Tahun 2023, LSI survey lagi, hasilnya 56,9% penduduk Indonesia ngaku NU. Lha kemudian pada 2024, Alfara survey sudah naik lagi jadi 57,6%.
Kemudian saya lama mikir, ini dari mana orang NU nambah begitu buanyak. Kenapa mereka tiba-tiba mengafiliasikan diri kepada NU? Nah, saya menduga, penyebabnya antara lain dihasilkan oleh kreasi panggung-panggung dakwah model baru di media sosial.
Jadi, gelombang orang masuk NU siapa yang berjasa? tentu yang berjasa, ya seperti Gus Miftah, Gus Muafiq, Ustaz Maulana, pokoknya ini, ini yang nambahin konstituen, karena mereka merasa kemudian menjadi audiens, menjadi konstituen dari tokoh-tokoh da’i itu. Dan kemudian, ya tokoh dainya sendiri sering declare dirinya sebagai NU, dan orang-orang memang punya persepsi bahwa yang biasa kumpul-kumpul banyak orang begini ini NU. Sehingga kemudian mereka mengafiliasikan diri ke NU.
Apalagi kemudian ada platform digital. Digital ini lebih aneh lagi, karena sudah wah, kita sudah enggak tahu orang yang nonton itu saja, siapa yang ngomong. Enggak tahu, sampean upload itu ditonton siapa, sampean juga enggak tahu. Hanya berharap penontonnya, viewernya itu semakin banyak, sampean juga enggak tahu caranya. Coba bayangkan, itu segitu enggak ngertinya itu. Ya, kita pokoknya asal upload saja, mudah-mudahan ada pahalanya, gitu saja kan kira-kira. Kita enggak tahu gimana caranya.
Nah, padahal atmosfer digital itu juga beda sekali. Atmosfer digital itu, misalnya sekarang, penggunanya saja beda. Penggunanya itu sekarang ya sebagian besar generasi Z yang lahir sesudah tahun 2000-an. Kemudian mereka enggak tahan lama-lama, kadang-kadang lebih dari 4 menit sudah malas.
Kemudian ada karakter-karakter lain yang perlu kita perhitungkan. Apa sih yang membuat orang tertarik? Biasanya yang membuat tertarik di internet itu, pertama, kalau kontennya itu atraktif. Kontennya itu menarik perhatian. Atraktif itu macam-macam, bisa dari topiknya, caranya menyampaikan.
Makanya ada orang seperti Gus Baha yang dia sebetulnya enggak niat masuk jadi netizen. Tapi karena cara dia menyampaikan, topiknya, materinya sedemikian rupa, ketika dipotong jadi atraktif sehingga lalu banyak orang nonton dan semakin banyak penggemarnya. Ini karena kontennya atraktif dan kemudian ada macam-macam gimmick dan lain sebagainya.
Berfikir tentang Strategi
Merespon itu semua, kita harus berfikir tentang strategi. Ya, kita harus berstrategi. Strategi ini selalu pasti terkait dengan target kita ini mau narget apa sih? Karena kalau kita pahami makna dakwah yang hakiki, ya, sekarang sudah berubah persepsi tentang makna dakwah itu. Dakwah itu apa? sudah berubah sama sekali.
Nah, maka sekarang kita harus pikir target dari dakwah sebagaimana yang kita pikirkan, ya, lebih banyak sifatnya mauidhoh hasanah atau lebih umum lagi, apa, terpaan publik. Ya, terpaan publik dakwah itu. Jadi, itu untuk membahasakan public exposure. Bagaimana kita bisa dilihat, bisa dirasakan kehadirannya oleh masyarakat.
Sekarang orang bertarung itu sama dengan parpol, sama dengan caleg-caleg dan calon-calon pilkada, dan lain-lain, sama tarung untuk mendapatkan lebih banyak public exposure. Apalagi sekarang ada monetisasi, ya, baik lewat YouTube atau yang belakangan makin populer itu Facebook Pro.
Sekarang sudah jadi industri. Ada orang yang maishahnya memang begitu, dan macam-macam. Ada yang cuma joget-joget itu, ya. Joget-joget itu bisa dapat banyak viewer, asal mukanya aneh saja. Itu cuma joget-joget saja sudah dapat viewer banyak. Itu sekarang jadi industri.
Nah, karena kita punya target-target kita sendiri, kita harus main strategi. Kita harus pikirkan kalau kita mau masuk ke platform internet, targetnya apa nih? kalau targetnya itu ngaji kitab supaya banyak orang, walaupun jauh-jauh bisa ikut ngaji, ya sudah dapatnya itu jadi audiens ini. Kita ini maunya apa, teman-teman aktivis dakwah ini? aktivis dakwah digital ini maunya narget apa nih? kan begitu…
Kalau sampean nargetnya audiens yang luas seperti influencer-influencer besar itu, ya lain caranya. Sampean mau saingan sama siapa? Sekarangnya jadi menteri itu, jadi menteri apa, jadi utusan khusus? contohnya, Raffi Ahmad itu cuma jalan-jalan sama anaknya saja, viewernya banyak, gitu. Iya, itu pakai strategi, semuanya itu.
Kita harus ngerti ini dan ngerti targetnya. Targetnya supaya cuma dapat viewer saja? sekadar monetisasi, ya supaya dapat uang dari situ, atau kita mau supaya mereka sesuai dengan tujuan dakwah kita, semakin dekat dengan agama? Kalau yang kita mau itu, berarti nggak boleh berhenti di situ. Berarti viewer ini harus diajak dengan cara yang lain, yang berbeda dari cara yang awal itu, untuk bisa lebih dekat lagi kepada agama. Ini yang harus dipikirkan.
Jadi, jangan asal-asalan saja. Nah, kalau kita bisa bangun strategi seperti itu, saya kira luar biasa hasilnya, karena kita punya banyak orang, sekian banyak santri yang ngerti konten. Ini teman-teman ini kan ngerti konten semua, ini bahwa agama itu isinya ini-itu, ngerti semua. Nah, caranya menyajikan, nah ini soal lain, gitu. Kita bisa bangun, kita punya sumber daya yang besar sekali untuk mengisi ruang di dalam atmosfer dunia maya ini.
Ini semua harus kita pikirkan secara jernih, ya, secara rasional, dengan menetapkan target-target yang rasional dan strategi yang rasional. Semua harus rasional, ya. Nggak bisa kita coba, “Ah, nanti kalau barokah kan bisa ada hasilnya sendiri.” Ya kalau sampean keramat. Kalau nggak keramat kan ya malah nggak jelas lagi itu hasilnya.
Masalah Mendasar
Nah, ini semua adalah masalah-masalah mendasar yang kita mau ndak mau harus kita pikirkan. Sebetulnya nggak usah ngomong begini, nanti lama-lama juga pikir sendiri ini teman-teman lama-lama. Tapi kadang-kadang jadi telat, gitu. Telat ngertinya, sehingga yang lain sekarang. “Wah, kita kok berkali-kali teman-teman kita ini kok kalah jauh ya dari kita ini dibanding yang lain.” Lah, kalian kita telat, kita telat berstrategi, gitu.
Untuk mendapatkan viewer, tambahan viewer secara signifikan itu bisa dilakukan dengan strategi yang benar. Kalau perlu, belajar dari teman-teman yang memang profesional dalam soal itu. Gimana sih caranya? Nah, sekarang di Amerika itu, mereka sudah sampai pada titik menjadikan ini industri. Jadi kampanye melalui platform digital itu jadi industri. Mereka kampanye, dapat viewer banyak, dapat follower banyak, dan dapat duit banyak. Itu bisa.
Di Amerika itu ada, misalnya, tokoh-tokoh podcast, namanya Joe Rogan. Subscribernya saja mencapai lebih dari 25 juta, hampir 30 juta orang. Kalau dia punya konten yang menarik, viewernya itu bisa sampai ratusan juta. Dia wawancara dengan Donald Trump 3 jam, itu viewernya lebih dari 100 juta. Wah, itu kan duit gede banget, itu. Karena sudah jadi industri. Padahal itu kampanye. Tapi dia ngerti caranya, dia ngerti watak dari dunia maya ini. Dia ngerti gimana caranya ngomong supaya orang tertarik.
Nanti sampean harus belajar ini. Nah, di sini kita punya tokoh-tokoh yang juga ahli dalam soal itu. Kalau perlu, sampean bisa eksplor siapa yang bisa kita minta untuk ngajarin netizen-netizen nekad ini supaya bisa bertindak lebih strategis, gitu, ya.
Saya kira ini yang bisa saya sampaikan. Tentu saya harus mandatkan ini sebagai order kepada LDNU, gitu. Nggak mungkin saya mikir sendiri, gitu. Saya bisa menyadari ini ada masalah. Nih, tolong cari caranya. Nah, mudah-mudahan nanti LDNU bisa segera membuat langkah-langkah untuk menjawab masalah-masalah yang tadi saya sampaikan.
Mudah-mudahan barokah semua ikhtiar yang kita lakukan ini. Ya, barokah itu pasti sebetulnya, pasti. Cuma tinggal soal waktu saja. Nah, waktu ini terkait dengan keramat tadi itu. Kalau nggak keramat, ya barokahnya lama kelihatan. Saya kira begitu.
(Transkip sebagian Pidato Ketua Umum PBNU, KH Yahya Cholil Staquf pada acara Dakwah Sphere, Ngaji dan Temu Pegiat Dakwah Digital NU pada Selasa, 14 Januari 2025 di Plaza PBNU, Jakarta Pusat, live di TVNU).