Siapa yang tak kenal dengan nama Syaikh Abdul Muhyi Pamijahan, seorang ulama besar yang makamnya berada di daerah Kecamatan Bantarkalong, Kabupaten Tasikmalaya, Jawa Barat. Namanya sangat kondang hingga seantero Nusantara.
Syaikh Abdul Muhyi meninggal dunia pada tahun 1730 M atau 1151 H dalam usia 80 tahun. Syekh Abdul Muhyi diyakini sebagai salah seorang waliyullah yang dianugerahi banyak karomah menakjubkan. Beiau merupakan keturunan Raja Galuh (Pajajaran) dari seorang ayah yang bernama Sembah Lebe Warta Kusuma.
Makam Syekh Abdul Muhyi berada di atas bukit yang dikeliling hamparan sawah dan saat ini merupakan salah satu objek wisata religi di wilayah Sunda karena banyaknya peziarah dari berbagai daerah yang berkunjung. Penginapan di sekitar makam tersedia banyak untuk memfasilitasi peziarah yang ingin menginap. Bagi masyarakat yang berziarah diminta untuk melapor kepada pengelola untuk ketertiban.
Kompleks Makam Syekh Abdul Muhyi terdiri dari makam Syekh Abdul Muhyi, makam Sembah Dalem Sacaprana (mertua), makam Raden Ajeng Tanganziah (ibu kandung) dan Sembah Dalem Yudanegara (paman Syekh Abdul Muhyi).
Selain komplek makam, peziarah banyak yang mengunjungi Gua Safarwadi yang berjarak sekitar 800 meter dari makam. Gua Safarwadi merupakan tempat Syekh Abdul Muhyi melakukan khalwat (menarik diri dari keramaian untuk mendekatkan diri kepada Allah SWT) dilakukan di dalam gua tersebut. Gua Safarwadi memiliki sebuah lokasi yang disebut Blok Pesantren. Wilayah dengan batu-batu yang membentuk rak buku untuk menyimpan Al Quran, kitab-kitab, dan buku lainnya.
Profil
Abdul Muhyi dilahirkan pada tahun 1650 M di Mataram. Di sini, Mataram ada yang menyebut Lombok dan ada yang menyebut Kerajaan Mataram Islam. Ayahnya bernama Sembah Lebe Wartakusumah, seorang bangswan Sunda keturunan Raja Galuh Pajajaran.
Pada saat itu, kerajaan tersebut merupakan bagian Kerajaan Mataram Jawa. Ibunya bernama Raden Ajeng Tangan Ziah, seorang keturunan bangsawan Mataram yang berjalur hingga Syaikh Ainui Yaqin (Sunan Giri).
Pada usia 19 Tahun, Abdul Muhyi merantau ke Mekkah. Dalam perjalanannya ia singgah di Aceh bertemu dan belajar kepada Tengku Syiah Kuala atau Syaikh Abdur Ra’uf as-Singkili. Berbagai disiplin keilmuan dipelajari Abdul Muhyi di Kota Aceh ini, termasuk tarekat Syathariyah dari jalur Syaikh Abdur Ra’uf. Sebagai guru besar Syathariyah, Syaikh Abdur Ra’uf ini berusaha mendamaikan paham wujudiyah dari lbnu Arabi dengan tasawuf lain yang berkembang di kalangan masyarakat Islam di nusantara pada masa itu.
Setelah beberapa tahun di Aceh, Abdul Muhyi oleh gurunya diajak berkunjung ke makam Syaikh Abdul Qadir Jilani di lrak. Perjalanan diteruskan ke Mekah dan Madinah untuk menunaikan haji. Abdul Muhyi kemudian belajar di Makkah, tidak langsung pulang. Di Mekah Abdul Muhyi bertemu Syaikh Yusuf al-Maqassari, dan diduga kuat Abdul Muhyi belajar juga kepada Ahmad al-Qusyasyi, Ibrahim Kurani, dan Hasan al-Ajami, yaitu guru-guru dari Abdur Ra’uf as-Singkili sendiri.
Sekembalinya dari Mekkah, Abdul Muhyi menuju Ampel Denta pada tahun 1678. Tujuannya adalah untuk mendapatkan ijazah agar dapat menjadi mursyid tarekat Syathariyah dari gurunya. Sekembalinya dari Ampel Denta, ayahnya menikahkan dengan putri yang bernama Ayu Bekta. Setelah menikah Abdul Muhyi bersama orang tuanya pindah ke Jawa Barat untuk menyebarkan agama Islam.
Pada saat itu, dia membangun kegiatan pengajian dalam bentuk pengajian pesantren mengunakan kitab-kitab kuning agama. Sering disebutkan, pembangunan pesantren di wilayah tersebut untuk pertama kalinya dilakukan oleh Syekh Abdul Muhyi.
Beberapa Karomah
Suatu hari ada orang yang dikejar-kejar sekawanan lebah, lari meminta pertolongan Syekh Abdul Muhyi. Kemudian Syekh Abdul Muhyi berseru kepada kelompok lebah itu, “Kenapa kalian lebah bersikap begitu kepada manusia. Apakah kalian tak mengerti di dalam tubuh manusia lahir dan batin ada lathoif laa ilaha illa Allah!” Lebah-lebah itu langsung mati. Lalu tubuh orang itu seperti keluar asap. Dia selamat tanpa bekas luka apapun.
Suatu saat seseorang membawa istrinya yang buta setelah melahirkan menemui Syekh Abdul Muhyi untuk minta kesembuhan. Oleh Syekh Abdul Muhyi mereka diajak dzikir, membaca kalimat tahlil (laa ilaha illa Allah) sebanyak 165 kali di masjid. Tak berapa lama wanita yang buta itu pun sembuh.
Syaikh Abdul Muhyi dalam memberikan pertolongan mengajak yang minta tolong dengan berdzikir kalimat tahlil sebanyak 165 kali seperti saat seseorang membawa anak yang terkena stroke, tubuhnya mati separuh untuk menemui Syekh Abdul Muhyi. Kemudian diajak oleh Syekh Abdul Muhyi berzikir akhirnya setelah itu anak yang stroke tadi sembuh total. Begitu juga ketika ada orang yang tidak bisa tidur selama 11 hari dan minta tolong kepada Syekh Abdul Muhyi. Orang itu juga diajak berzikir akhirnya bisa tidur. Dan masih banyak karomah lainnya.
Syekh Abdul Muhyi juga dikenal kesaktiannya. Beliau mengalahkan dua tukang sihir sakti, dan kemudian dua penyihir itu menjadi murid-muridnya. Di samping ahli dalam llmu agama Syekh Abdul Muhyi juga ahli dalam ilmu kedokteran, ilmu hisab, ilmu pertanian dan juga ahli seni baca Alquran.
Maka pada saat itu banyak para wali yang datang ke Pamijahan untuk berdialog masalah agama seperti waliyullah dari Banten Syekh Maulana Mansyur, putra Sultan Abdul Patah Ageng Tirtayasa keturunan Sultan Hasanuddin bin Sunan Gunungjati juga Syekh Ja’far Shodiq yang makamnya di Cibiuk, Limbangan- Garut. (Ibnu Atoillah).