RISALAH NU ONLINE, JAKARTA – Dalam rangka menindaklanjuti rekomendasi Munas-Konbes Nahdlatul Ulama (NU) tahun 2025, Lembaga Kajian dan Pengembangan Sumber Daya Manusia Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (Lakpesdam PBNU) menggelar diskusi Pojok Kramat yang diselenggarakan di Lobby Gedung PBNU, Jakarta Pusat.
Salah satu isu utama yang dibahas adalah perlindungan data pribadi, seiring dengan implementasi Undang-Undang Perlindungan Data Pribadi (UU PDP) dan rencana pembentukan lembaga atau pihak otoritas dalam menjadi pengawas perlindungan data oleh pemerintah.
Diskusi tersebut memantik argumen dari salah seorang Pengurus Pimpinan Pusat Ikatan Pelajar Putri Nahdlatul Ulama (PP IPPNU), Lily Awanda. Ia mengapresiasi langkah pemerintah terkait pembentukan lembaga tersebut, kemudian mempertanyakan bagaimana turut berperan dalam meningkatkan kepercayaan publik terhadap lembaga itu sendiri. Sebab menurutnya, kepercayaan publik menjadi hal yang mendasar dari suatu lembaga untuk bisa berjalan dengan efektif.
“Ketika membicarakan ini paling sederhana yang harus kita pastikan adalah trust dari masyarakat itu sendiri untuk kemudian lembaga ini berhasil menjalankan tugas dan fungsi nya,” katanya dalam forum pada Senin, (10/03/25).
Hal ini diamini oleh Direktur Strategi Kebijakan Komite Digital (Komdigi), Muchtarul Huda menegaskan pentingnya mekanisme audit dalam pengawasan kinerja lembaga tersebut.
“Audit itu pasti pak, itu kan proses administrasi biasa. Yang pasti mungkin peran serta masyarakat selain sebagai pihak yang perlu dilindungi dari pelanggaran data pribadi, juga ikut serta memantau kinerja dari lembaga itu sendiri,” jelas Muchtarul.
Direktur Eksekutif Lembaga Studi dan Advokasi Masyarakat (ELSAM), Wahyudi Djafar menambahkan bahwa UU PDP memang telah mengatur partisipasi masyarakat, tetapi peran tersebut masih perlu diperjelas agar lebih efektif dalam mengawal kebijakan perlindungan data.
“Kita memang harus aktif mengidentifikasi peran seperti apa yang mestinya bisa dikembangkan,” kata Wahyudi.
“Sebenarnya jika pemerintah dalam hal ini serius untuk mendesain lembaga ini, ini bisa menjadi ruang untuk memperbaiki kepercayaan publik kepada negara dalam hal perlindungan data,” tambahnya.
Ketua PBNU, Rumadi Ahmad, menyoroti bahwa UU PDP tidak hanya mengatur lembaga bisnis, tetapi juga organisasi sosial seperti NU, yang bukan entitas komersial tetapi tetap memiliki kewajiban untuk mematuhi regulasi ini.
“Kalau kita lihat UU PDP itu yang disasar adalah lembaga privat, maksudnya adalah lembaga bisnis yang dilakukan oleh swasta. Tapi dia juga menyasar organisasi seperti NU, yang bukan lembaga bisnis,” kata Rumadi.
Rumadi juga menekankan bahwa perlakuan yang tidak setara dalam penegakan hukum terkait kebocoran data—antara lembaga pemerintah, swasta, dan organisasi sosial—dapat berdampak pada kepercayaan publik terhadap sistem perlindungan data.
“Lembaga PDP harus bisa berdiri di tengah antara lembaga privat, organisasi sosial masyarakat, ataupun lembaga pemerintah yang menyimpan data pribadi kita,” tegasnya.
(Anisa)