Usia 74 Tahun, Presiden Tetap Produktif Dikala Lansia

0

RISALAH NU ONLINE, JAKARTA – Presiden Republik Indonesia Prabowo Subianto lahir pada 1951. Artinya, saat ini berusia 74 tahun, puncak kematangan seseorang secara psikologis. Mantan Menteri Pertahanan tersebut memiliki kondisi tubuh yang sehat dan tetap aktif.

Meskipun menurut kebanyakan orang, memasuki lanjut usia dianggap menakutkan karena khawatir tidak bisa lagi melakukan hal produktif dan berguna. Tapi Presiden RI ke Delapan tetap produktif dikala lansia.

Menurut Pakar koperasi dan UMKM Syahnan Phalipi,Ph.D untuk menjaga kebugaran di usia lansia, seseorang bisa bekerja produktif dan harus berpikir kreatif,” ujarnya kepada Risalah NU Online usai memberikan ceramah ilmiah di kampus yang berada di bilangan Rawamangun, Jakarta, Senin, (28/4) kemarin.

Dikatakan Syahnan Phalipi, bahwa berpikir kreatif itu harus dilatih dan diasah terus menerus agar berkembang, dan Presiden Prabowo pasti melakukan hal itu. Menurutnya, kreatif itu tidak menjadi monopoli kaum muda, karena ternyata umur 60 hingga 70 tahun itu adalah masa yang paling kreatif.

Pernyataan tersebut didasarkan pada hasil sebuah penelitian di Amerika Serikat yang dipublikasikan New England Journal of Medicine, bahwa usia paling produktif seseorang adalah dari 60 hingga 70 tahun. Selanjutnya, tahap manusia paling produktif ke-2 adalah usia 70 sampai 80 tahun, dan tahap paling produktif ke-3, usia 50 dan 60 tahun.

Sebelum usia 60, seseorang belum mencapai puncaknya. Ini dapat dibuktikan, misalnya usia rata-rata penerima hadiah Nobel adalah 62 tahun, usia rata-rata hidup bahagia ialah 60-63 tahun, kemudian usia rata-rata orang lebih bijaksana ialah 59 ke atas. Fenomena tersebut menegaskan bahwa tahun-tahun terbaik dan paling produktif seseorang adalah antara 60 dan 80 tahun.

Usia 60-80 biasa disebut lanjut usia atau lansia. Seiring bertambahnya usia, kemampuan otak seseorang untuk berpikir dan mengingat, perlahan-lahan mulai menurun. Akan tetapi bisa dibantu dengan kegiatan sederhana seperti membaca, menulis, atau berdiskusi, sehingga kemampuan otak lansia tidak menurun dan terus aktif termasuk dalam dimensi intelektual.

Baca Al Qur’an
Seorang Lansia yang melakukan aktivitas akan lebih sering menggunakan otaknya untuk berpikir. Misalnya, Lansia yang gemar dan merutinkan membaca al Qur’an. Berbeda dengan lansia yang tidak bekerja dan tidak melakukan aktivitas, akan berdampak menurunnya kemampuan daya ingat, alias pikun.

“Membaca al-Quran dengan tartil akan mendatangkan kesehatan mental dan fisik, diantaranya terhindar penyakit pikun” ucap nahdliyin yang juga Ketua Umum Himpunan Pengusaha Mikro dan Kecil Indonesia (HIPMIKINDO) ini.

Ia menambahkan, bahwa membaca al-Quran akan memercikkan kreatifitas berpikir. Cara baca al-Quran tidak harus memulai dari awal-akhir atau sebaliknya, tetapi juga perlu dicoba membaca ayat-ayat yang sesuai dengan bidang kajian dan keahlian (interest) kita.

Kedepannya, kreatifitas ini hendaknya didorong menjadi budaya. Dimanapun dan kapanpun, dimulai dari diri sendiri, keluarga, komunitas, dan masyarakat.

Diketahui bahwa Indonesia dalam waktu dekat akan mengalami jumlah lansia yang besar. Saat ini, setidaknya terdapat 10% lansia atau sekitar 25 juta orang, dan jumlah ini diperkirakan melonjak tiga kali lipat pada 100 tahun Indonesia merdeka, 2045.

Hal ini bukan berarti produktifitas kaum muda tidak penting, justru diharapkan saat usia muda produktif dan di usia tua tetap produktif. Karena bonus demografi nantinya akan menurun, artinya usia anak-anak berkurang, yang banyak nanti adalah lansia.

Syahnan menyebut, contoh produktifitas lansia yang sudah berjalan adalah di Singapura. Ia mengatakan, hampir semua LRT di Negeri Singa itu menggunakan jasa tenaga lansia. “Mereka tidak malas, masih sehat, jalannya cepat. Hal ini diantaranya penyebab Singapura termasuk negara makmur,” katanya.

Harapannya, lansia di Indonesia senantiasa produktif, sehingga dapat mendorong Indonesia menuju negara maju. (Zahid).

Leave A Reply

Your email address will not be published.