RISALAH NU ONLINE, JAKARTA – Koordinator Advokasi BPJS Watch, Timboel Siregar, memberikan apresiasi terhadap peran Nahdlatul Ulama (NU) dalam memperjuangkan skema Penerima Bantuan Iuran (PBI) untuk pekerja informal. Apresiasi ini ia sampaikan dalam diskusi daring bertajuk “BPJS Ketenagakerjaan untuk Pekerja Informal, Mungkinkah?” yang digelar pada 14 Februari 2025.
Diskusi ini membahas pentingnya keterlibatan organisasi masyarakat sipil dalam memperjuangkan hak pekerja informal untuk mendapatkan jaminan sosial. “Peran NU dalam mendorong skema PBI bagi pekerja informal patut diapresiasi. Ini menunjukkan komitmen NU dalam memperjuangkan kesejahteraan sosial bagi masyarakat, khususnya mereka yang bekerja di sektor informal. Ini langkah bersejarah dan patut ditiru oleh Ormas lain,” ujar Timboel Siregar.
Lebih lanjut, Timboel menekankan bahwa dukungan NU dalam isu ini bukan hanya sekadar wacana. Pembahasan khusus mengenai BPJS Ketenagakerjaan bagi pekerja informal dalam Musyawarah Nasional dan Konferensi Besar (Munas Konbes) NU pada 5-7 Februari 2025 di Hotel Sultan, Jakarta, menjadi bukti nyata perhatian serius NU terhadap perlindungan pekerja rentan.
Berdasarkan data Dewan Jaminan Sosial Nasional (DJSN), sekitar 20 juta pekerja informal miskin terdaftar dalam Data Terpadu Kesejahteraan Sosial (DTKS) Kementerian Sosial, namun sebagian besar belum mendapatkan perlindungan BPJS Ketenagakerjaan. Beberapa daerah seperti DKI Jakarta, Jawa Barat, dan Sulawesi Utara telah mengalokasikan anggaran untuk membiayai kepesertaan pekerja informal miskin dalam skema BPJS Ketenagakerjaan, tetapi kebijakan nasional yang memastikan perlindungan ini secara menyeluruh masih belum ada.
Timboel juga mengungkapkan kekhawatiran terkait pemangkasan anggaran dalam APBN 2025 yang berpotensi mengganggu kelangsungan skema PBI bagi pekerja informal. Jika anggaran perlindungan sosial dipotong, maka pekerja rentan akan semakin sulit mengakses jaminan sosial yang layak.
Oleh karena itu, Timboel mendesak pemerintah pusat untuk segera merealisasikan pendanaan PBI bagi pekerja informal miskin melalui APBN. Ia juga menekankan pentingnya menjaga efisiensi anggaran tanpa mengorbankan perlindungan untuk kelompok rentan. Ia mengajak berbagai pihak, termasuk organisasi masyarakat sipil dan ormas keagamaan lainnya, untuk terus mengawal kebijakan ini demi mewujudkan perlindungan sosial bagi pekerja informal secara berkelanjutan.
“Gotong royong antara pemerintah pusat, daerah, dan organisasi masyarakat sipil sangat penting untuk menjamin keberlanjutan program ini. Dengan kolaborasi yang kuat, kita dapat memastikan bahwa semua pekerja, termasuk mereka yang berada di sektor informal, mendapatkan hak mereka atas perlindungan sosial,” pungkas Timboel.
(Anisa/rls)